Pemerintah yang sejatinya merupakan “Pelayan Rakyat” berubah pandangan menjadi pihak yang dilayani. Orientasi perebutan dan pencapaian keuasaan tertentu tidak lagi semata-mata menjadi pelayan untuk mencapai kesejahteran masyarakat melainkan untuk mencapai keuntungan pribadi dengan Fasilitas, kekayaan, dan ‘pelayanan’ sebagai elit politik/kekuasaan.
Keinginan menjadi pemimpin merupakan hal mulia yang memiliki beban dan pertanggung-jawaban yang sangat berat, tidak salah pula jika para pemimpin kita memperoleh fasilitas dan kenyamanan atas kerja kerasnya dalam memikirkan kebutuhan rakyat.
Yang menjadi persoalan adalah ketika peluang tersebut malah digunakan untuk “memiskinkan” negara dengan meraup keuntungan untuk pribadi/atau oknum tertentu. Sehingga tak sedikit kita saksikan, para pemimpin, elit politik, dan penguasa yang harus berurusan dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dan tidak sedikit yang mendapatkan protes keras dari Masyarakat melalui Demonstrasi.
Public Fasility For Private Gain, perbuatan memanfaatkan fasilitas sebagai penguasa untuk kepentingan pribadi inilah yang disebut dengan Korupsi. Korupsi dapat terjadi dalam semua situasi, seperti pendapat Thomas Jefferson yang menyatakan dalam pemerintahan yang baik, sistem yang tertata rapi, dalam demokrasi yang rasional dan deliberatif pun, kekuasaan bisa mudah tergelincir dalam korupsi.
Korupsi terbukti telah menyerang dan meruntuhkan kepercayaan masyarakat. Para pejabat negara baik di tingkat pusat maupun daerah, anggota legislatif, termasuk elit partai yang terkena kasus korupsi sangat berpengaruh terhadap kepercayaan masyarakat. Mohammad Hatta menyebutkan bahwa politik pada hakikatnya adalah upaya untuk mencapai kesejahteraan umum (common good). Sebaliknya, korupsi telah menyalahgunakan kekuasaan dengan menguntungkan pribadi oknum tertentu, sehingga berkurangnya kesejahteraan umum. Oleh karenanya, perilaku korupsi saat ini sangat bertentangan secara esensial dengan politik.
Disamping perilaku korupsi sebagai hal yang harus diberantas dengan tegas, keberadaan pemerintah haruslah kembali pada tujuan yang sesungguhnya, sebagai “pelayan rakyat” mewujudkan harapan dan kesejahteraan rakyat. Sebagaimana Demokrasi yang disebutkan Abraham Lincoln “Goverment of the people, by the people, for the people”. Bentuk nyatanya adalah dengan pelayanan publik yang serius dalam menghimpun aspirasi dan kebutuhan rakyat, pelayanan yang nyaman, sehingga terbentuk rasa percaya dan hubungan baik antara pemerintah dengan rakyat. Karena, melayani rakyat merupakan tugas negara, melayani publik adalah alasan eksistensinya suatu negara.