China yang pertumbuhan ekonominya dalam dua tahun terakhir hampir menyentuh angka tujuh persen tidak berhenti membangun infrastruktur dan sarana pendukungnya. Pembangunan infrastruktur itu yang paling utama untuk mendukung program Jalur Sutera dan Jalur Maritim Abad ke-21 yang dikenal dengan “Belt and Road” (B&R).
Gagasan Presiden Xi Jinping itu sebenarnya bukan hanya memperlancar konektivitas dari daratan Tiongkok menuju negara-negara di Timur Tengah, Asia Selatan, Asia Tenggara, Eropa, dan Afrika, melainkan juga dirancang sebagai blok dagang berjangka panjang.
Demikian halnya dengan Indonesia yang tidak hanya sekadar masuk dalam peta blok, melainkan juga dipandang sangat strategis bagi China.
Apalagi B&R pernah dipaparkan Presiden Xi di depan pimpinan dan anggota DPR-RI di Jakarta pada 2013. Xi menjadikan Indonesia sebagai poros penting “One Road” setelah dia memaparkan poros “One Belt” di Astana, Kazakhstan, pada tahun yang sama.
Peluang atau ancaman Pada 2016 investasi China di Indonesia telah mencapai angka 2,67 miliar dolar AS dengan jumlah proyek mencapai 1.734 unit sebagaimana data Badan Pusat Statistik (BPS) RI. Angka itu mendudukkan China sebagai investor asing terbesar ketiga di Indonesia di bawah Singapura yang mencapai 9,18 miliar dolar AS dengan 5.874 unit proyek dan Jepang senilai 5,4 miliar dolar AS dengan 3.302 unit proyek.
China bukan menutup diri dari investasi asing, termasuk dari Indonesia. Bahkan, dalam kurun waktu lima tahun mendatang China telah menargetkan masuknya investasi asing senilai 700 miliar dolar AS.
Kerja sama u/ yg sederajat dan bermartabat tanpa menjual harga diri