Risma juga sudah sesumbar tidak takut dikeroyok koalisi delapan parpol pendukung Machfud Arifin-Mujiaman. Risma mengaku sudah berpengalaman ditawur banyak parpol.
Pada pilwali 2015 Risma yang berpasangan dengan Whisnu ditawur koalisi lima parpol. Risma menang dengan mudah, karena lawannya hanya pasangan sekelas Liga 3, yang dipaksakan di injury time.
Lima tahun sebelumnya Risma berpasangan dengan Bambang DH, walikota inkamben yang populer. Ibarat orang terjun payung, Risma hanya menjadi tandem atau pembonceng, dan Bambang DH yang bekerja mengendalikan payung supaya bisa mendarat mulus. Setelah mendarat mulus Bambang ditendang.
Saat itu Risma mendapat dukungan penuh dari JPS, Jawa Pos, Pakuwon, dan Radio SS. Trio koalisi ini sungguh full power karena menguasai media dan modal.
Kekuatan-kekuatan itulah yang menyokong Risma menjadi walikota yang sangat peduli pada perkembangan, yaitu urusan kembang, taman, dan pengembang alias developer.
Sekarang kondisinya beda. Lawannya lebih tangguh. Media dan modal sudah terpolarisasi. Machfud Arifin adalah petarung yang malah lebih bernafsu kalau mencium bau darah. Kalau diadu debat head to head, lek-lekan, dengan Eri, Machfud lebih matang pengalaman.
Mujiaman belum banyak dikenal, tapi pengalaman profesionalnya akan memberi tambahan kekuatan signifikan bagi Machfud. Ditarungkan dengan Armuji di debat terbuka kualitas Mujiaman beberapa strip di atas Armuji.
Tapi pilwali bukan tarung macan kertas di atas kertas. Pilwali ini tarung bebas, panas di atas matras. Siapa saja bisa kalah bisa menang.
Ini adalah pertaruhan politik dan adu gengsi Risma. Sekarang, atau tidak sama sekali. Pertaruhan yang sangat krusial yang harus dimenangkan dengan berbagai cara.
Risma akan menjadi sutradara utama untuk memenangkan pasangan “Boneka Cantik dari Balaikota”.