SERUJI.CO.ID – Saudah Binti Zam’ah adalah termasuk sahabat generasi awal yang masuk islam. Mereka yang termasuk generasi awal masuk islam maka identik dengan penderitaan, karena saat itu mereka masih lemah dari berbagai sisi kehidupan dan jumlahnya juga masih sedikit, sehingga amat berat bila berhadapan dengan perlawanan dari kaum kafir Quraisy yang luar biasa gencar. Hanya iman yang kuatlah yang membuat mereka tetap bertahan dalam islam.
Demikian pula Saudah binti Zam’ah, wanita mulia ini rela menempuh penderitaan demi berpegang teguh pada agamanya. Disebabkan keislamannya maka beliau dan suaminya yang pertama (Sakran Bin Amr al-Amiry) mendapat perlakuan yang kejam. Cemoohan, penganiayaan, pengasingan dan perlakuan keji lainnya dari kaum kafir, biasa mereka dapatkan. Sehingga Rasulullah menyarankan agar mereka berhijrah ke Habasyah mengikuti jejak sahabat yang telah hijrah ke sana sebelumnya, diantaranya Ustman Bin Affan.
Rombongan hijrah ke Habasyah periode kedua ini diikuti oleh 8 sahabat dari bani Amir. Mereka rela meninggalkan harta dan kerabat demi masa depan agama islam yang lebih baik. Sama seperti rombongan hijrah ke Habasyah sebelumnya, merekapun disambut baik oleh raja Habasyah meskipun berbeda keyakinan.
Rupanya ujian keimanan Zam’ah tidak hanya sampai disitu, suaminya meniggal dunia dalam perjalanan rombongan sahabat yang ingin kembali ke Mekah, dengan kondisi meniggalkan 5 orang anak yang masih kecil. Kepulangan suaminya dan rombongan menuju Mekkah dipicu oleh optimisme Mekkah sudah lebih kondusif setelah masuk islamnya Umar bin Khattab.
Pada tahun ke sepuluh kenabian pada saat usia Rasululllah 50 tahun, Rasululullah mengalami dua kejadian duka, yaitu meninggalnya Abu Tholib paman yang melindungi beliau dan Khodijah istri Beliau, sehingga tahun itu disebut sebagai tahun duka cita.
Aamiin.Selalu terharu setiap membaca kisah Rasulullah shalallahu ‘alayhiwassalam dan keluarga serta sahabat-2nya.Jazakallah khaer