JAKARTA – Seusainya Pemerintah membubarkan Organisasi Masyarakat (Ormas) Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), ternyata membawa dampak terhadap legalitas mereka dalam menguji Perppu No.2 Tahun 2017 di Mahkamah Konstitusi (MK) dikarenakan secara hukum keberadaan mereka sudah tiada.
Hal tersebut menjadi bentuk kegelisahan tersendiri bagi kuasa hukum HTI, Yusril Ihza Mahendra dalam sidang perdana Judicial review (JR) Perppu Ormas di gedung MK, Rabu (26/7).
Hakim MK I Gede Palguna mengatakan pihaknya menyerahkan masalah ini kepada pemohon, apakah lebih tepat menggunakan HTI atau perseorangan warga negara.
“Ini bergantung pemohon, mana yang lebih kuat meyakinkan MK,” ujar I Gede Palguna dalam sidang.
Ketua MK Arief Hidayat juga mengatakan, pencabutan badan hukum yang dilakukan pemerintah kepada HTI menjadi pertimbangan hakim konstitusi dalam menyikapi permohonan gugatan tersebut.
“Kalaupun ‘legal standing’ tidak diubah, pemohon bisa menjelaskan kronologi dalam materi gugatannya, tentunya dengan menyertai salinan dari Kementrian Hukum dan HAM, sebagai alat bukti memang benar telah dibubarkan, agar jadi pertimbangan hakim,” kata Arief.
Sementara itu, Yusril menuturkan bahwa pihaknya akan mengubah status pemohon. Dengan kondisi sudah dibubarkan, menurutnya terlalu beresiko jika tetap menggunakan nama HTI.
“Walau dapat dipertanggungjawabkan, di ujung sidang nanti majelis bisa mengatakan perkara ini dinyatakan tak dapat diterima. Sayang, jadi habis waktu kita,” ujarnya seusai sidang.
Rencananya, pemohon dialihkan dari HTI ke jubirnya, Ismail Yusnanto.
“Nanti kerugian konstitusional yang diajukan adalah terbatasnya kebebasan berserikat yang semestinya dijamin UUD 1945,” imbuh Yusril. (HA)