YOGYAKARTA, SERUJI.CO.ID – Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi Yogyakarta mengimbau tidak ada aktivitas apapun dari masyarakat yang dilakukan di radius dua kilometer dari puncak setelah terjadi letusan freatik, Jumat (11/5).
“Imbauannya, tidak boleh ada aktivitas apapun dari puncak. Seharusnya, pada radius tersebut memang tidak ada penduduk,” kata Kepala Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) Yogyakarta Hanik Humaidah di Yogyakarta, Jumat (11/5).
Gunung Merapi mengalami letusan freatik pada Jumat (11/5) pukul 07.40 WIB dengan tinggi kolom letusan mencapai 5,5 kilometer (km) berdurasi sekitar lima menit.
Baca juga:Â Flash- Bandara Adi Sucipto Ditutup Sementara Akibat Erupsi Merapi
Hanik menyebutkan, letusan freatik tersebut hanya terjadi satu kali dan tidak ada letusan susulan meskipun sempat terdengar suara gemuruh.
Hanik mengatakan, letusan freatik di Merapi tidak hanya terjadi saat ini tetapi sudah terjadi beberapa kali dan merupakan kondisi normal setelah letusan besar di Merapi yang terjadi pada 2010.
“Letusan ini dipicu akibat ada uap air yang bertemu dengan panas yang menyebabkan terjadi embusan. Letusan didominasi uap air. Suara gemuruh yang terdengar bisa saja terjadi seperti saat orang merebus air sampai mendidih,” katanya.
Baca juga:Â BNPB: Status Gunung Merapi Tetap Normal
Sebelum terjadi erupsi, jaringan seismik Gunung Merapi tidak merekam peningkatan kegempaan.
Namun demikian, sempat teramati peningkatan suhu kawah secara singkat pukul 06.00 WIB atau sekitar dua jam sebelum erupsi. Dan pascaerupsi, kegempaan yang terekam tidak mengalami perubahan dan suhu kawah mengalami penurunan.
Ia mengimbau masyarakat yang tinggal di sekitar Gunung Merapi agar tidak panik dan selalu mematuhi petugas di lapangan. Saat ini, Gunung Merapi dalam status aktif normal. Sedangkan hujan abu akibat letusan freatik tersebut terjadi hingga wilayah Kota Yogyakarta. (Ant/SU02)
