MALINAU, SERUJI.CO.ID – Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Kalimantan Utara menyoroti pengumuman tujuh Surat Keputusan (SK) yang berisi pengakhiran Izin Usaha Pertambangan (IUP) di Kalimantan Utara.
“Totalnya, akan ada 48 Izin Usaha Pertambangan akan dicabut jika pemerintah konsisten dengan janjinya,” ungkap Ketua Jatam Kaltara, Theodorus GEB lewat rilis yang diterima SERUJI, Kamis (8/3).
Selain SK pengakhiran IUP tersebut, Jatam Kaltara juga menyoal pengumuman Pemerintah Provinsi Kalimantan Utara Nomor: 540/270/ESDM-II/III/2018 yang menyatakan akan mencabut 3 Izin Usaha Pertambangan (IUP) di Kalimantan Utara.
Theodorus mengatakan, SK dan Pengumuman tersebut dikeluarkan berdasarkan hasil evaluasi Pemerintah Provinsi Kalimantan Utara karena secara administratif, teknis, lingkungan dan finansial terdapat kewajiban-kewajiban pihak perusahaan yang belum dipenuhi hingga saat ini.
Sayangnya, lanjutnya, hasil evaluasi yang berujung pada pencabutan sejumlah izin tambang tersebut tidak diikuti dengan pengumuman kepada publik ihwal jenis dan bentuk pelanggaran yang dilakukan pihak perusahaan.
“Padahal membuka jejak-jejak busuk perusahaan menjadi penting, apakah terkait jaminan reklamasi, jaminan pasca tambang, belum membayar Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), atau ada pelanggaran lainnya. Sehingga masyarakat tahu jumlah kerugian yang dialami negara akibat ulah pihak perusahaan tersebut,” ujarnya.
Selain itu, Pengakhiran SK izin tambang tersebut harus diikuti dengan tindakan tegas untuk menagih kewajiban-kewajiban perusahaan yang menunggak untuk segera dipenuhi, serta lahan-lahan bekas konsesi perusahaan yang izin usaha pertambangan berakhir dan dicabut dikembalikan ke masyarakat.
“Jangan sampai keluarnya SK Pengakhiran IUP ini menjadi kesempatan masuknya investor lain dan hal serupa kembali terulang, sehingga dikhawatirkan konsesi yang izin tambang nya sudah berakhir, kembali dilakukan pelelangan yang tentu saja membuka peluang besar perusahaan tambang kembali melakukan eksploitasi,” ujarnya.
Di Kalimantan Utara, lanjut Theodorus, begitu banyak perusahaan tambang yang tidak patuh dan taat dalam memenuhi kewajiban-kewajibannya selama ini. Kondisi ini, mestinya mendorong Pemerintah Provinsi Kalimantan Utara untuk tidak menerbitkan Izin Usaha Pertambangan atau moratorium.
“Moratorium ini mendesak dilakukan untuk menghentikan laju kerusakan lingkungan dan perampasan ruang produksi masyarakat yang terjadi selama ini,” pungkasnya. (SHD/Hrn)