MALINAU, SERUJI.CO.ID – Koalisi Peduli Penerimaan CPNS (KPP CPNS) 2018 Kabupaten Malinau melakukan audiensi dengan anggota DPRD Kabupaten Malinau, Kalimantan Utara (Kaltara), Jumat (12/10).
Tujuan audiensi tersebut untuk menyampaikan penolakan atas Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Permen PAN dan RB) Nomor 36 Tahun 2018 tentang Kriteria Penetapan Kebutuhan Pegawai Negeri Sipil dan Pelaksanaan Seleksi Calon Pegawai Negeri Sipil tahun 2018.
KPP CPNS adala koalisi dari berbagai organisasi kemasyarakat dan pemuda di Kota Malinau, yang terdiri dari Forum Pemuda Peduli Malinau (FPPM), Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI), Pemuda Katolik, Forum Komunikasi Putra Putri TNI-polri (FKPPI) Malinau, Komando Pengawal Pusaka Adat Dayak (KOPPAD), Organisasi Pemuda Tidung (ORPATI), BEM dan mahasiswa Poltek Malinau, Koalisi Perempuan Membangun Malinau (KOPMAMA), Para Guru Kontrak dan elemen masyarakat lainnya.
Ketua KPP CPNS 2018 Elisa Selutan mengatakan penerimaan test CPNS tahun 2018 ini sangat tidak adil karena mekanisme dan sistem online yang diberlakukan.
“Sisitem online penerimaan CPNS yang diberlakukan pemerintah pusat sangat tidak adil dan sudah menghilangkan hak-hak kami sebagai putra putri daerah Kalimantan Utara khususnya Kabupaten Malinau. Jadi kami meminta agar sistem yang diberlakukan bukan lagi sistem online melainkan sistem offline,” kata Elisa.
Ditambah lagi dengan adanya sistem online yang diberlakukan pemerintah pusat, kata Elisa, membuat pelamar yang berada di pelosok kesusahan.
“Saudara kami yang berada di hulu sungai dan perbatasan harus turun melewati jurang, hutan dan bahkan mempertaruhkan nyawa mereka agar dapat mendaftarkan dirinya secara online bahkan harus bersaing dengan puluhan ribu peserta dari luar kaltara,” ujarnya.
Tidak cukup sampai disitu perjuangannya, imbuhnya, pelamar harus berbondong–bondong ke Provinsi Kaltara dengan biaya yang cukup besar untuk verifikasi berkas, namun tidak sedikit berkas mereka ditolak oleh panitia verifikasi, padahal pada proses online mereka sudah diterima.
“Semestinya verifikasi berkas hanya pemeriksaaan keabsahan berkas yang dimiliki peserta, jangan sistem online menjadi suatu pembodohan yang merugikan dan menghilangkan hak-hak putra putri daerah kami,” ujarnya.
Diungkapkan juga oleh Elisa, panitia sering juga memperlakukan diskriminasi terhadap putra putri daerah.
“Masa hanya karena memakai sepatu yang menurut panitia tidak sesuai kemudian mereka ditolak, sementara tidak ada ketentuan terkait seragam wajib yang dikenakan saat verifikasi berkas,” ungkapnya.
Akhirnya lanjut Elisa yang juga Ketua FPPM, yang terjadi dengan diberlakukan sistem online ini terbukti penerimaan CPNS tahun 2018 didominasi oleh peserta dari luar Kaltara.
“Yang jadi pertanyaan sanggupkah mereka ditempatkan di pelosok perbatasan? Dan kenyataannya Pegawai yang berasal dari luar daerah setelah bertugas 1-2 tahun dengan berbagai alasan memohon pindah kembali ke daerah mereka, yang terjadi Kabupaten Malinau kembali kekosongan pegawai,” tegasnya.
Hal yang sama juga disampaikan Ketua KNPI Oktrianus Carles, Ketua Pemuda Katolik Welli, perwakilan guru honorer dan Stevanus Yoel Lufung.
Stevanus Yoel Lufung yang mewakili FPPM mengatakan, DPRD Kabupaten Malinau harus menganggarkan pengadaan Laboratorium CAT agar Peserta test CPNS dari Kabupaten Malinau dapat mempersiapkan diri untuk mengikuti test CPNS tersebut. Bahkan dengan cara itu, test CPNS pun dapat dilaksanakan di Kabupaten Malinau.
Koordintor KPP CPNS Malinau 2018 Theodorus GEB menambahkan, pihaknya menolak PermenPAN RB Nomor 36 tersebut karena tidak sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945.
“Termasuk juga kami menolak Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 37 tahun 2018 tentang nilai ambang batas seleksi kompetensi dasar pengadaan pegawai negeri sipil tahun 2018,” tegasnya. (SHD/SU01)