Terima kasih Ahok. Anda telah memberikan nasehat dan peringatan yang berharga kepada umat Islam. Bahwa persatuan itu begitu berharga. Bahwa persatuan itu adalah kekuatan yang dahsyat.
Selama ini umat tercabik-cabik oleh kepentingan sempit dan golongan masing-masing. Tapi dengan sikap anda, baik pada kata-kata maupun karakter, telah menyadarkan mereka bahwa di hadapan umat ini adalah kepentingan yang lebih besar. Yaitu membela kebenaran, keadilan, keragaman dan negara kesatuan Republik Indonesia. Kesadaran yang terbangun dengan begitu dahsyat karena anda.
Kesatuan umat itu tersimbolkan dalam gerakan 411, 212, dan seterusnya. Sebuah aksi demokrasi yang seharusnya dicatat oleh sejarah, tidak saja oleh bangsa Indonesia. Tapi dicatat oleh sejarah perjalanan demokrasi dunia itu sendiri. Bagaimana mungkin ada demo besar, menuntut keadilan atas penistaan Kitab Suci mereka, dengan realita bahwa mereka adalah mayoritas. Tapi semua itu dilakukan dengan suasana damai dan tertib. Di mana di dunia ini bisa terjadi seperti itu? Apalagi dalam konteks umat Islam yang selalu dipersepsikan keras dan anarkis?
Terima kasih Ahok. Andalah penyebab sehingga realita yang sesungguhnya tentang umat ini mematahkan mitos banyak orang jika umat Islam itu tidak mengenal kata damai. Anda membuka mata dunia bahwa yang diinginkan umat Islam itu hanya satu, adil. Dan jika keadilan itu dipenuhi, damai yang memang karakter alami umat ini dapat diwujudkan. Maka seharusnya Aksi 212 itu masuk MURI dan dijadikan kebanggan nasional Indonesia dan dunia Islam. Karenanya sekali lagi, terima kasih Ahok. Anda menjad penyebab tersingkapnya mutiara keumatan ini.
Juga terima kasih Ahok, anda telah menjadi contoh dua hal sekaligus. Bahwa sesungguhnya Indonesia sebagai negara dengan penduduk Muslim terbesar di dunia, yang selama ini berusaha dipropagandakan sebagai negara yang “kurang fair” terhadap minoritas, anda membuktikan mampu menjadi walikota ibukotanya. Terima kasih karena anda dari kalangan minoritas dalam minoritas (Kristen China) tapi menjadi penyebab tersingkapnya realita bahwa dalam negara Indonesia itu semua bisa saja menjadi seseorang, termasuk anda menjadi gubernur dari ibukota negara Muslim terbesar di dunia.
Kalau itu terjadi di Inggris mungkin biasa saja. Toh memang kita akui bersama kalau Inggris sudah taubat dari masa lalunya yang kelam di seluruh dunia. Kalau itu terjadi di Amerika, mungkin itu juga biasa saja. Karena Amerika memang telah merdeka sejak 4 Juli 1776. Tapi ini terjadi di sebuah negara berkembang, mayoritas Muslim, merdeka relatif baru. Tentu banyak orang yang terbingung-bingung bahkan menganggap ini sebuah peristiwa aneh. Negara berkembang, mayoritas Muslim, relatif baru memasuki era demokrasi, kok bisa seorang minoritas dalam monoritas bisa menjabat gubernur ibukota. Sebuah posisi yang sesungguhnya mewakili wajah dari negara Indonesia itu sendiri.
Maka saya membayangkan di China sana ada orang Muslim yang jadi gubernur, di salah satu daerah saja. Tidak usahlah di Peking atau di ibukota RRT. Atau saya membayangkan seorang Muslim menjadi gubernur di ibukota Singapura. Atau seorang Muslim menjadi gubernur di Manila, Roma, atau di negara-negara yang mayoritas non Muslim itu. Ah nampaknya mimpi. Tapi terima kasih Ahok, anda telah menjadi penyambung lidah bangsa ini kalau Indonesia itu memang hebat.
Cakep nih tulis
Pas