Kedua, Washington Post juga menuliskan jumlah penonton yang terlalu banyak, yang dibiarkan panitia. Kapasitas stadion hanya untuk 38 ribu penonton. Tapi panitia membiarkan stadion itu diisi oleh 42 ribu.
Dalam kondisi panik, jumlah manusia yang terlalu banyak yang bisa ditampung di satu lokasi, ikut menambah parah keadaan.
New York Times Mengisahkan Kesaksian Penonton
New York Times lebih menggali pengalaman pribadi penonton. Juga yang disorot penggunaan gas air mata oleh polisi.
Saya kutip agak panjang berita di New York Times.
“Joshua pergi ke stadion bersama istri dan 13 temannya, semuanya penggemar sepak bola Arema.
Bagi banyak dari mereka, kekalahan tim mereka sangat menghancurkan. Itu hanya kekalahan kedua klub sejak 2019.”
“Perkelahian antara polisi dan para penggemar memicu ledakan pertama gas air mata yang ditembakkan sekitar pukul 10:30 malam. Orang-orang berusaha untuk pergi saat itu. Tetapi petugas stadion telah menutup banyak pintu keluar. Soalnya di luar, penggemar yang marah bentrok dengan polisi.”
“Kemudian pada pukul 11 malam, pasukan keamanan tiba-tiba mulai menembakkan gas air mata ke tribun penonton, kata Joshua. “
“Itu mendorong ratusan orang untuk bergegas ke pintu keluar. Penembakan gas air mata tidak berhenti selama satu jam.”