Hal lain yang juga menjadi masalah adalah bahwa dalam memahami konsep ke- Esaan Tuhan, Islam mengajarkannya dalam tiga aspek. Pertama adalah aspek ketuhanan itu sendiri yang lebih dikenal dengan “tauhid rububiyah”.
Kedua adalah aspek sifat atau karakter Tuhan yang dikenal dengan “tauhid asma was-sifat”. Dan ketiga adalah aspek penyembahan atau ibadah yang lazim dikenal dengan “tauhid ubudiyah atau uluhiyah”.
Yang pasti adalah bahwa Islam memang mengakui berdasarkan sejarah keyakinan orang-orang musyrik bahwa semua manusia itu, apapun bentuk penyembahannya ternyata yakin kepada Tuhan yang satu. “Wa lain sa-altahum man khalaqassamaqati wal-ardh..layaqukunna Allah”.
Bahwa orang-orang Musyrik Arab yang ketika menyembah ratusan patung sekalipun yakin bahwa secara rububiyah hanya ada satu Tuhan.
Permasalahannya kemudian adalah, dan ini inti kesalahan dalam pandangan Islam, kalaupun mereka yakin bahwa ada satu Tuhan tapi mereka masih juga mengaitkan beberapa sifat makhluk kepada Tuhan. Dan yang paling parah mereka mengambil perantara-perantara-perantara antara diri mereka dan Tuhan yang (semestinya) tunggal dalam penyembahan.
Maka sebagai bangsa dengan Pancasila sebagai asas dalam bernegara, harusnya konsensus itu adalah konsensus kebangsaan. Bukan konsensus keagamaan. Sebab sampai kapan pun agama-agama tidak akan pernah disatukan dalam konsensus kemanusiaan. Akan ada perbedaan-perbedaan, bahkan dalam prinsip sekalipun.
Jadi Referensi Untuk mengganti imam besar msj istiqlal
Samsi Ali? Sebaiknya lebih kritis menjadikannya nara sumber ke Islaman mengingat sepak terjangnya saat jadi imam masjid di US