MENU

Peran Enzym Tripsin Babi dalam Proses Produksi Vaksin

Tidak ada vaksin yang mengandung unsur babi, tetapi dalam proses produksinya ada vaksin yang membutuhkan peran Enzym tripsin babi (porcine-derived trypsin) sebagai katalisator. Namun tidak semua jenis vaksin membutuhkan enzym ini pada proses produksinya. Contoh vaksin yang dalam proses pembuatannya membutuhkan enzym ini adalah vaksin polio.

Definisi katalisator dalam proses reaksi kimia adalah suatu zat yang ditambahkan ke dalam suatu reaksi kimia dengan maksud mempercepat laju reaksi, tanpa mengalami perubahan kimiawi yang permanen, sehingga pada akhir reaksi zat katalisator akan dijumpai dalam bentuk dan jumlah yang sama seperti sebelum reaksi.

Dari definisi di atas bisa kita jadikan pijakan pemahaman mengenai katalisator enzym tripsin babi pada proses produksi vaksin, dimana enzym tersebut hanya berfungsi untuk mempercepat proses laju produksi vaksin. Enzym tersebut juga tidak mengalami perubahan sehingga pada akhir produksi vaksin, enzym tersebut akan dijumpai dalam bentuk dan jumlah yang sama.

Enzym tripsin babi berperan mempercepat proses produksi vaksin dengan cara memecah protein menjadi peptida dan asam amino, dimana peptida dan asam amino ini merupakan makanan bagi kuman yang akan dibiakkan sehingga kuman akan cepat tumbuh. Enzym tersebut tidak dimakan oleh kuman. Enzym tripsin babi tidak terlibat dalam proses selanjutnya.

Ibaratnya enzym ini berfungsi sebagai gunting untuk memotong protein menjadi asam amino dan peptida, dan “gunting” tersebut tidak dimakan.

Setelah kuman bisa dibiakkan maka proses selanjutnya adalah fermentasi. Dari fermentasi tersebut akan dihasilkan polisakarida yang tumbuh di dinding sel kuman. Polisakarida inilah yang akan dijadikan antigen sebagai bahan dasar pembentuk vaksin. Selanjutnya dilakukan proses pemurnian (purifikasi) dengan metode ultrafiltrasi. Pemurniannya dilakukan secara berualang-ulang sampai yang tersisa hanyalah komponen produk vaksin.

Produk akhir vaksin tidak boleh tercampur dengan bahan-bahan bersumber hewan (termasuk enzym tripsin).

Proses produksi ini diawasi secara ketat berdasarkan regulasi dan aturan yang dibuat oleh lembaga yang berwenang seperti WHO. Bila masih terdeteksi berarti produk tersebut adalah produk gagal yang tidak berkualitas dan tidak layak digunakan untuk vaksinasi manusia. Kualitas produk vaksin akan dicek secara ketat untuk memastikan kemurnian, efektifitas dan keamanan produknya. Kemurnian produk vaksin yang bebas dari enzym tripsin ini bisa dibuktikan dengan metode pemeriksaan khusus.

Tripsin adalah suatu enzym pencernaan yang berfungsi untuk pencernaan protein, enzym ini mampu menghidrolisis protein menjadi ukuran lebih kecil sehingga bisa diserap tubuh. Enzym ini banyak ditemukan pada sistem pencernaan vertebrata, contohnya manusia dan mamalia lainnya.

Sejak tahun 1940-an, para peneliti menemukan bahwa tripsin bisa mengkatalis proses pertumbuhan mikroba dalam media biakan, sehingga hasil yang didapatkan bisa lebih banyak dalam waktu yang lebih singkat. Setelah melalui banyak penelitian, ditemukan bahwa tripsin dari babi ternyata bisa digunakan sebagai katalisator dalam pembuatan vaksin.

Sumber tripsin masih sangat terbatas, yang digunakan di industri vaksin berasal dari dua sumber utama yaitu dari babi dan dari sapi. Setiap mikroba punya spesifikasi tersendiri terkait jenis katalisnya, misalnya mikroba A hanya bisa di katalis dengan tripsin babi sedangkan mikroba B hanya bisa dikatalis dengan tripsin sapi. Jika mikroba A dipaksa untuk diberikan katalis tripsin sapi maka pertumbuhannya tidak maksimal bahkan bisa menyebabkan mikroba tersebut mati.

Saat ini sedang dikembangkan pengganti bahan-bahan yang berasal dari hewan (animal-derived raw materials), termasuk enzym tripsin babi, untuk digantikan dengan bahan-bahan yang tidak berasal dari hewan (animal-component free (ACF) atau animal origin free (AOF)). Sedang dikembangkan alternatif pengganti tripsin dari hewan diantaranya tripsin yang dihasilkan dari teknologi DNA recombinant (recombinat trypsin). Semoga di masa depan alternatif ini bisa digunakan secara luas.

Tersebut di atas adalah pembahasan dari sisi ilmu pengetahuan, sedangkan pembahasan dari sisi agama bukanlah kapasitas penulis untuk membahasnya. Bersyukur di Indonesia sudah ada fatwa MUI mengenai imunisasi yaitu fatwa MUI nomor 4 tahun 2016. (IwanY)

 

PENULIS: dr. Endang Sulistyowati

Ingin mengabarkan peristiwa atau menulis opini? Silahkan tulis di kanal WARGA SERUJI dengan klik link ini

7 KOMENTAR

TINGGALKAN KOMENTAR

Silahkan isi komentar anda
Silahkan masukan nama

ARTIKEL TERBARU

BERITA TERBARU

TERPOPULER