RIO DE JANEIRO, SERUJI.CO.ID – Ribuan orang turun ke jalanan di kota besar Brasil pada Kamis (15/3) malam untuk memrotes pembunuhan perempuan anggota dewan kota Rio de Janeiro, yang terkenal sebagai pengritik pembunuhan warga miskin oleh polisi.
Sejumlah penyidik, jaksa, bahkan gembong narkotika mengatakan bahwa penembakan terhadap Marielle Franco (38), yang namanya menanjak di Partai Sosialisme dan Pembebasan (PSOL), patut dicurigai sebagai pembunuhan politik.
Franco, pegiat hak asasi manusia dan perempuan, tewas bersama sopirnya saat melewati kawasan berbahaya kota Rio pada Rabu (14/3) malam. Satu orang lain di kendaraannya menderita luka ringan tanpa ditembak.
Pada beberapa pekan lalu, pemerintah pusat memutuskan tentara akan mengambil alih pengamanan di Rio hingga akhir tahun ini karena tingkat pembunuhan melonjak tajam.
Franco, yang menjadi anggota komisi pengawasan intervensi militer itu, mengkritik keras kebijakan pemerintah yang sama pada Ahad (11/3) karena dinilai akan semakin memperburuk kekerasan terhadap warga.
“Ini masih terlalu dini, namun tentu saja kami akan menyelidiki pembunuhan ini sebagai respon atas aktivitas politik korban,” kata jaksa kota Rio de Janeiro, yang meminta namanya dirahasiakan.
Sementara itu, Rivaldo Barbosa, kepala kepolisian sipil Rio, mengatakan salah satu kemungkinan dalam analisis adalah eksekusi (politik). Dia tidak berani berspekulasi siapa yang mungkin bertanggung jawab.
Penyidik dari kepolisian Rio mengatakan bahwa dugaan motif utamanya adalah kritik Franco terhadap aksi kepolisian yang membunuh warga miskin saat memerangi gembong narkoba.
Pembunuhan politik adalah hal yang biasa di Brasil, namun biasanya terjadi di kota yang lebih kecil dan miskin.
Salah satu contohnya terjadi beberapa bulan menjelang pemilu dewan kota tahun 2016 di Baizada Fluminense, saat 13 orang kandidat dibunuh sebelum pemungutan suara.
Sementara itu, saat malam jatuh pada Kamis (15/3), ribuan orang berkumpul di Rio, Sao Paulo, dan beberapa kota lain untuk menuntut keadilan dan penyelesaian problem kekerasan di Brasil.
“Cara yang terbaik untuk mengenang Marielle Franco adalah dengan mendedikasikan kehidupan kita untuk mimpi yang dia perjuangkan,” kata Danielle Ramos, yang menghadiri unjuk rasa di depan gedung dewan kota Rio bersama ribuan orang lain.
Pada Ahad (11/3), Franco mengecam pembunuhan terhadap dua pemuda oleh polisi saat pihak keamanan menrazio sebuah area bernama Acari.
“Kita harus terus bersuara sampai semua orang tahu apa yang terjadi di Acari saat ini. Kepolisian Rio menteror mereka yang tinggal di Acari,” kata Franco di Facebook-nya.
“Pada pekan ini, dua orang pemuda tewas dan mayatnya dibuang begitu saja. Hari ini, polisi berada di jalanan mengancam mereka yang tinggal di sana. Ini terus terjadi akan akan semakin buruk dengan intervensi militer,” kata Franco, yang juga tumbuh di pemukiman kumuh dengan tingkat kejahatan tinggi di Mane, Rio.
Polisi mengatakan bahwa mereka memang menjalankan operasi di area Acari, namun kemudian harus menghadapi hujan tembakan dari para gang narkoba, dan terpaksa membalas tembakan itu. Mereka mengaku tidak tahu akan adanya korban tewas.
Mare, pemukiman kumuh tempat Franco tumbuh yang kini ditinggali 130.000 warga, kini terjebak di tengah dua gerombolan narkotika paling kuat di Rio, “Komando Merah” dan “Komando Murni Ketiga”. Ada juga kelompok milisi, yang terdiri atas pensiunan polisi, yang juga ditakuti.
Sejumlah gembong narkotika dari kedua kubu mengatakan bahwa mereka tidak terlibat dalam pembunuhan Franco. (Ant/SU02)