SURABAYA – Konflik antar kader NU tidak akan terbendung di pilkada Jatim. Mulai banyak manuver melibatkan dan menyeret para kiai untuk meramaikan kontestasi elektoral kali ini. Bahkan dilevel kiai kampung mulai show of force dan diseret ke sana kemari hingga memunculkan kekhawatiran polarisasi di level grassroot NU.
Namun, Surokim pengamat komunikasi politik Universitas Trunojoyo melihat fenomena itu sebagai bagian dari pendewasaan politik warga NU.
“Sepanjang warga NU masih taat pada khittah NU dan masih mau mendengarkan suara kiai sepuh, politik NU akan tetap menjadi rahmatanlilalamin. Kiai sepuh yang nihil politik itu yang harus didengar dan dijadikan rujukan. Beliau-beliau itu relatif steril dan bisa melihat politik tidak hanya melihat apa yang nampak, tetapi juga melihat dengan mata batin,” ujar Surokim yang juga alumni Ponpes Darul Ulum Langitan ini kepada SERUJI, Rabu (30/8).
Lebih lanjut Surokhim menjelaskan dalam tradisi politik NU, hal seperti itu lazim berlaku dan mampu menyelamatkan NU dalam berbagai kemelut politik. “Istilahnya menunggu titah dari langit,” jelasnya.
Kiai sepuh itu, kata Surokim penjaga marwah politik NU dan menjadi benteng pertahanan terakhir, maka jika sekarang ada gerakan untuk menihilkan peran kiai sepuh, itu tidak lazim.
“Beliau para kiai sepuh yang apolitik suatu saat akan turun memberi nasihat jika politik NU tak terkendali. Para kiai sepuh punya mata hati yang tajam, tidak melihat politik dari dhohir saja. Itu yang membuat level politik paling tinggi di NU, beda dengan kita yang hanya melihat dari politik dan kalkulasi dhohir saja, beliau akan turun menyelamatkan politik NU,” ujar peneliti dan media analist SSC ini.