MENU

Mahfud MD Sebut Pembentukan Pansus Hak Angket Tidak Strategis

JAKARTA – Ketua Umum DPP Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara-Hukum Administrasi Negara (APHTN-HAN) Mahfud MD menyebut pembentukan Panitia Khusus Hak Angket KPK di DPR RI bukan hal yang strategis.

“Di dalam Undang-Undang itu disebutkan materi hak angket itu menyangkut pertama hal penting bukan masalah rutin, kedua memiliki nilai strategis, dan yang ketiga berpengaruh luas bagi masyarakat,” kata Mahfud saat konferensi pers di gedung KPK, Jakarta, Rabu (14/6).

Menurut Mahfud, kesaksian mantan anggota Komisi II DPR RI dari Fraksi Partai Hanura Miryam S Haryani dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Kamis (23/3) yang mengaku ditekan penyidik adalah hal biasa. Pembukaan rekaman pemeriksaan tersebut, kata Mahfud, tidak memiliki nilai strategis dan tidak berpengaruh terhadap masyarakat.

“Ini pentingnya apa? Urusan pengakuan Miryam S Haryani yang mengaku ditekan itu kan hal biasa saja. Tidak ada hal yang gawat di situ. Dan itu kan juga sudah dibuktikan dalam sidang praperadilan sudah benar, ini kan tidak ada strategisnya juga dan tidak berpengaruh luas terhadap masyarakat. Ini masalah biasa saja masyarakat menganggap pemeriksaan Miryam itu biasa,” tuturnya.

Mantan Ketua MK ini juga mewanti-wanti bahwa materi hak angket juga tidak boleh melebar. Penetapan materi setelah pembentukan panitia juga melanggar prosedur.

“Hak angket itu harus fokus apa yang mau diangket. Kalau nanti masalahnya mau dicari oleh Pansus itu tidak boleh, tidak “fair” secara hukum,” kata mantan Ketua Mahkamah Konstitusi tersebut.

Dalam konferensi pers itu juga dihadiri Ketua KPK Agus Rahardjo, Wakil Ketua KPK Laode M Syarif, Juru Bicara KPK Febri Diansyah, dan pakar hukum Universitas Andalas Padang Yuliandri.

Pansus angket KPK terbentuk pada Rabu (7/6) dengan Agun Gunandjar (Golkar) sebagai ketua. Pansus angket juga dipimpin Risa Mariska (PDIP), Taufiqulhadi (NasDem), dan Dossy Iskandar (Hanura).

Usulan hak angket ini tercetus saat KPK melakukan Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi III pada Rabu (19/4) dini hari karena KPK menolak untuk membuka rekaman pemeriksaan mantan anggota Komisi II dari fraksi Partai Hanura Miryam S Haryani di luar persidangan terkait kasus KTP Elektronik.

Pada sidang dugaan korupsi KTP-E pada 30 Maret 2017, penyidik KPK yang menangani kasus tersebut yaitu Novel Baswedan mengatakan bahwa Miryam ditekan oleh sejumlah anggota Komisi III untuk tidak mengakui fakta-fakta menerima dan membagikan uang dalam penganggaran KTP-E.

Nama-nama anggota Komisi III itu menurut Novel adalah Ketua Komisi III dari fraksi Golkar Bambang Soesatyo, Wakil Ketua Komisi III dari fraksi Gerindra Desmond Junaidi Mahesa, anggota Komisi III dari Fraksi Partai Hanura, Sarifuddin Suding, anggota Komisi III dari Fraksi PDI-Perjuangan Masinton Pasaribu dan satu orang lagi yang Novel lupa. (IwanY)

Ingin mengabarkan peristiwa atau menulis opini? Silahkan tulis di kanal WARGA SERUJI dengan klik link ini

Sumber:Antara

1 KOMENTAR

TINGGALKAN KOMENTAR

Silahkan isi komentar anda
Silahkan masukan nama

ARTIKEL TERBARU

BERITA TERBARU

TERPOPULER