Di Iran, Pemimpin Agung Ayatollah Ali Khamenei menanggapi berita ini dengan menyatakan bahwa rencana Amerika Serikat merupakan tanda ketidakmampuan dan kegagalan politik luar negeri negara tersebut.
“Bahwa mereka (Amerika Serikat, red) menyatakan ingin menjadikan Quds sebagai ibu kota Palestina yang diduduki, itu adalah karena ketidakmampuan dan kegagalan mereka,” kata Khamenei.
Sementara itu, Dewan Gereja Afrika Selatan menyebut keputusan Trump sebagai langkah geopolitik monumental yang bakal memicu pertentangan tiada akhir. Dewan juga menyebut keputusan Trump itu mengartikan peran AS sebagai pendamai dunia mesti direvisi.
“Kami percaya Yerusalem harus diatasi sebagai bagian dari resolusi untuk solusi dua negara,” kata Malusi Mpumulwana dari Dewan Gereja Afrika Selatan dalam laman Eyewitness News.
Kecaman Trump berhasil mengumpulkan lebih banyak lagi musuh bagi dirinya dan pemerintah AS. Kedutaan AS di Turki, Yordania, Jerman, dan Inggris mengeluarkan peringatan keamanan yang mendesak orang Amerika untuk berhati-hati.
Di lain pihak, keputusan Trump itu juga mendatangkan banjir kecaman dari masyarakat internasional, termasuk dari seluruh anggota Dewan Keamanan PBB, kecuali Amerika Serikat tentunya, yang mencela pengakuan Yerusalem sebagai ibu kota Israel.
Delapan negara anggota Dewan Keamanan PBB meminta pertemuan darurat di markas PBB di New York pada tanggal 8 Desember 2017 setelah warga Palestina di Jalur Gaza, Yerusalem dan Tepi Barat menggelar protes sepanjang hari atas keputusan Trump itu.
Sementara itu, para pemimpin Muslim di bawah naungan Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) telah bertemu pada Konferensi Tingkat Tinggi Luar Biasa pada tanggal 13 Desember 2017 di Istanbul, Turki dan menghasilkan satu suara bulat untuk mengecam pengakuan Presiden AS atas Yerusalem sebagai ibu kota Israel dan meminta dunia untuk mengakui Yerusalem Timur sebagai ibu kota Palestina.
Presiden Turki Tayyip Erdogan yang menjadi tuan rumah pertemuan para pemimpin lebih dari 50 negara berpenduduk Muslim itu mengatakan bahwa langkah Amerika Serikat tersebut menunjukkan Washington sudah kehilangan perannya sebagai perantara dalam upaya mengakhiri konflik Israel dan Palestina.
“Mulai dari sekarang, tidak bisa lagi bagi Amerika Serikat, yang sudah menyimpang, untuk menjadi perantara antara Israel dan Palestina, masa itu sudah berakhir,” tegas Erdogan pada akhir konferensi tingkat tinggi itu. (Ant/SU02)