JAKARTA, SERUJI.CO.ID –Â Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah memeriksa Irvanto Hendra Pambudi Cahyo, keponakan dari Setya Novanto pada Rabu (28/2) sebagai tersangka korupsi pengadaan KTP-el.
“Tadi dapat informasi juga dari penyidik, Irvanto Hendra Pambudi diperiksa sebagai tersangka untuk pertama kali hari ini,” kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di gedung KPK, Jakarta, Rabu (28/2) malam.
KPK mengumumkan Irvanto dan Made Oka Masagung rekan Novanto sebagai tersangka kasus korupsi proyek KTP-el pada Rabu (28/2) malam.
Artinya, pemeriksaan Irvanto sebagai tersangka dilakukan sebelum KPK melakukan konferensi pers terkait penetapan dua tersangka tersebut.
“Karena proses pemeriksaan tersangka yang pertama, tentu saja hal yang paling kami sampaikan adalah penyidik menyampaikan hak-hak dari tersangka apa kemudian pertanyaan-pertanyaan awal terkait dengan jabatan dan posisi yang bersangkutan termasuk juga kewenangan-kewenangan dan relasi dengan pihak lain,” ungkap Febri.
Irvanto Hendro Pambudi diduga sejak awal mengikuti proses pengadaan KTP-el dengan perusahaannya yaitu PT Murakabi Sejahtera dan ikut beberapa kali pertemuan di ruko Fatmawati bersama tim penyedia barang proyek KTP-el, ia juga diduga telah mengetahui ada permintaan “fee” sebesar lima persen untuk mempermudah proses pengurusan anggaran KTP-el.
Irvanto diduga menerima total 3,4 juta dolar AS para periode 19 Januari-19 Februari 2012 yang diperuntukkan kepada Novanto secara berlapis dan melewati sejumlah negara.
Sedangkan Made Oka Masagung adalah pemilih PT Delta Energy, perusahaan SVP dalam bidang “investment company” di Singapura yang diduga menjadi perusahaan penampung dana.
Made Oka Masagung melalui kedua perusahaannya diduga menerima total 3,8 juta dolar AS sebagai peruntukan kepada Novanto yang terdiri atas 1,8 juta dolar AS melalui perusahaan OEM Investment Pte.Ltd dari Biomorf Mauritius dan melalui rekening PT Delta Energy sebesar 2 juta dolar AS.
Made Oka diduga menjadi perantara uang suap untuk anggota DPR sebesar lima persen dari proyek KTP-el Keduanya disangkakan pasal 2 ayat (1) atau pasal 3 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. (Ant/SU03)