JAKARTA, SERUJI.CO.ID – Pernyataan Kepala Badan Pembina Ideologi Pancasila (BPIP) Yudian Wahyudi baru baru ini dalam wawancara dengan sebuah media nasional yang menyebut “agama adalah musuh terbesar Pancasila”, memicu polemik di tengah masyarakat. Berbagai pihak mengkritik bahkan mengecam Yudian yang dinilai telah membenturkan agama dengan Pancasila.
Walau kemudian Yudian memberikan klarifikasi bahwa yang ia maksud adalah sekelompok penganut agama tertentu yang memaksakan kehendak, tetap saja pernyataannya tersebut telah menuding agama, yang diduga berbagai pihak ditujukan Yudian pada gerakan Islam. Pasalnya dalam wawancara tersebut Yudian mengambil contoh soal Ijtima Ulama dalam Pilpres 2019 yang lalu.
Pernyataan Yudian ini, bukanlah pernyataan pertama pihak-pihak yang mendiskreditkan gerakan Islam. Jauh sebelumnya, diawal-awal kemerdekaan, hal serupa acap juga terjadi. Dan hal itu dibatah dengan tegas dan lugas oleh tokoh-tokoh Islam, yang menunjukan bahwa agama tidak bertentangan dengan Pacasila, justru nilai-nilai agama itu yang diserap oleh Pancasila.
Salah satu tokoh yang mengkritik pihak-pihak yang acap kali membenturkan gerakan Islam dengan Pancasila adalah AR Baswedan, anggota BPUPKI yang kemudian menjabat sebagai Menteri Muda Penerangan di awal kemerdekaan, juga merupakan Pahlawan Nasional.
Berikut tulisan AR Baswedan yang diberi judul “Siapa Musuh Pancasila?”;
Dalam kampanye untuk Pemilihan Umum (1955) seringkali terdengar ucapan-ucapan yang berisi tuduhan-tuduhan terhadap gerakan-gerakan Islam, dengan sindiran maupun dengan terang-terang, yang maksudnya menimbulkan kekuatiran rakyat terhadap nasibnya Pancasila sebagai dasar negara oleh ideologi gerakan-gerakan Islam itu.
Pidato Saudara Mohammad Natsir dalam peringatan Nuzulul Quran baru-baru ini (dimuat di majalah Hikmah 26 Ramadhan 1373/29 Mei 1954 dengan judul: “Bertentangankah Pancasila dengan Al-Qur’an?”) cukup rasanya untuk menangkis tuduhan-tuduhan itu. Dan lebih dari cukup untuk memberi pengertian pada siapa yang memang menghendaki pengertian yang sebenarnya.
Meskipun begitu, kita duga tuduhan-tuduhan demikian masih akan terdengar terus, justeru dari mereka yang pada hakikatnya memeluk paham dan cita-cita yang mustahil dapat disesuaikan dengan prinsip-prinsip Pancasila. Paham-paham yang sebenarnya mengancam prinsip-prinsip Pancasila, terutama dari pihak yang apriori tidak mungkin bisa menerima sila pertama, yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa!
Jika Pancasila toh mereka pertahankan, itulah untuk dijadikan alat popular guna menentang ideologi Islam, untuk merusak pengertian-pengertian rakyat tentang ajaran-ajaran Islam yang dimiliki oleh umumnya rakyat. Dan yang karena adanya ajaran-ajaran Islam itulah maka prinsip-prinsip Pancasila itu –sebelum lahirnya Pancasila– telah menjadi filsafat hidup bangsa Indonesia umumnya! Walaupun umum bangsa kita itu tidak dapat merumuskannya dalam kata-kata yang dipakai dalam perumusan Pancasila itu.
Riwayat terjadinya perumusan Pancasila dapat menceritakan bahwa kalau Pancasila itu dikatakan suatu hasil kompromis di antara beberapa pihak yang berbeda-beda ideologi, toh bagi pihak Islam tiada satupun dari sila-sila yang lima itu yang tidak dapat diterimanya! Terutama atas dasar keyakinan bahwa sila yang pertama itu, yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa, adalah sebagai dasar daripada sila-sila yang lain.
Kompromi yang dicapai sewaktu membuat perumusan Pancasila kita rasa hanya dalam hal tidak memberi tafsiran dan penegasan tentang Pancasila itu, sehingga selama ini masing-masing pihak memberi tafsiran menurut paham dan keyakinannya sendiri.
Oleh sebab itu maka apa yang kemudian timbul dari macam-macam pendapat dan tafsiran tentang Pancasila, umumnya timbul dalam kalangan-kalangan di luar kalangan yang berideologi Islam. Yaitu kalangan-kalangan yang berikhtiar untuk mengisi Pancasila itu dengan pengertian yang pada hakikatnya tidak bisa mendapat dasar kuat dan asli di dalam jiwa bangsa Indonesia, yaitu jiwa-religieus, seperti pernah diterangkan oleh Presiden Sukarno dalam pidatonya di Yogyakarta ketika menerima gelar Doctor Honoris Causa dari Universitas Gadjah Mada.
Supaya lebih jelas, marilah pembaca ikuti tinjauan di bawah ini tentang pendapat-pendapat sekitar Pancasila.