JAKARTA, SERUJI.CO.ID – Densus 88 Antiteror menegaskan penyebaran berita bohong atau hoaks merupakan bentuk teror.
“Hoaks itu juga bentuk teror,” kata Kepala Bagian Banops Densus 88 Antiteror Mabes Polri Kombes Pol Ahmad Nurwahid di acara Diskusi dan Bedah Buku “Prahara Suriah: Hoax, Media Sosial, dan Perpecahan Bangsa” di Gedung Dakwah Muhammadiyah, Jakarta, Jumat (18/1).
Alasannya, kata Nurwahid, hoaks memenuhi kriteria terorisme sesuai Undang-undang Nomor 5 Tahun 2018, yaitu menimbulkan ketakutan.
Hanya saja, lanjutnya, kasus penyebaran hoaks tidak ditangani oleh Densus 88 karena sudah ada regulasi lain yang menjerat pelaku soal diseminasi kabar bohong.
Baca juga: Demikian Mudah Dikenali Sebagai Hoaks, Info 7 Kontainer Surat Suara Masih Telan “Korban”
“Pelakunya teroris, tapi ditangani dengan UU yang ada,” katanya merujuk adanya UU ITE.
Terorisme, katanya, juga berlaku bagi gerakan separatis oleh Organisasi Papua Merdeka dan Gerakan Aceh Merdeka. Hanya saja bentuk terorisme itu adalah tindakan pemberontakan yang berusaha memisahkan diri dari Indonesia sehingga pelakunya dijerat hukuman karena melakukan separatisme.
“Kok Islam terus yang ditangkap karena terorisme? Lantas OPM bagaimana? Itu teroris juga yang sifatnya separatis, ada undang-undangnya sendiri. Kami Densus 88 hanya menangani teroris yang ingin mengubah ideologi atau konstitusi Indonesia yang sah, Pancasila dan UUD 1945,” terangnya.
Ia mengatakan terdapat juga bentuk terorisme lain, yaitu serangan informasi propaganda untuk kepentingan politik, ideologi, dan gangguan keamanan.
Media yang digunakan untuk propaganda, kata dia, menimbulkan suasana takut di tengah masyarakat.
“Yang dirusak psikologi, otak manusia, sehingga muncul istilah cebong dan kampret itu, karena sudah dirusak. Ini berperan dalam munculnya konflik. Konflik snegaja diciptakan atau diperbesar,” pungkasnya. (Ant/SU05)