JAKARTA, SERUJI.CO.ID – Kepala Badan Pengelola Jaminan Produk Halal Soekoso mengatakan terdapat sejumlah cara penerbitan sertifikat halal pascaperesmian BPJPH oleh pemerintah pekan ini.
Sebelum BPJPH diresmikan, sertifikat halal pada umumnya dikeluarkan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) terhadap makanan, minuman dan produk gunaan lainnya.
“Proses penerbitan sertifikat halal setidaknya akan melibatkan tiga pihak, yaitu BPJPH, Majelis Ulama Indonesia dan Lembaga Pemeriksa Halal (LPH),” kata Soekoso dalam siaran persnya di Jakarta, Jumat (13/10).
Dia mengatakan tata cara penerbitan sertifikat halal yang ada saat ini sesuai peraturan Bab V UU Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (JPH).
Adapun langkah yang perlu dilakukan untuk mendapatkan sertifikat halal, kata dia, yaitu pertama, pelaku usaha mengajukan permohonan Sertifikat Halal secara tertulis kepada BPJPH.
“Pelaku usaha mengajukan permohonan dengan menyertakan dokumen data pelaku usaha, nama dan jenis produk, daftar produk dan bahan yang digunakan dan proses pengolahan produk,” kata dia.
Kedua, kata Soekoso, pelaku usaha memilih LPH yang telah terdaftar. Terdapat sejumlah LPH yang telah ditunjuk untuk dipilih secara leluasa oleh pelaku usaha.
Menurut dia, pelaku usaha diberi kewenangan untuk memilih LPH untuk memeriksa dan/atau menguji kehalalan produknya. LPH adalah lembaga yang mendapatkan kewenangan untuk melakukan pemeriksaan dan/atau pengujian kehalalan produk. LPH bisa didirikan oleh pemerintah dan/atau masyarakat. Saat ini, LPH yang sudah eksis adalah LPPOM-MUI.
“LPH yang dipilih oleh pelaku usaha kemudian akan ditetapkan oleh BPJPH. Penetapan LPH, paling lama lima hari sejak dokumen permohonan dinyatakan lengkap” kata dia.
Tahapan ketiga, kata dia, adalah pemeriksaan produk yang telah didaftarkan. Pemeriksaan dilakukan oleh Auditor Halal LPH yang telah ditetapkan oleh BPJPH. Pemeriksaan dan/atau pengujian kehalalan produk dilakukan di lokasi usaha pada saat proses produksi dan atau di laboratorium.
“Pengujian di laboratorium dapat dilakukan jika dalam pemeriksaan produk terdapat bahan yang diragukan kehalalannya. Hasil pemeriksaan dan/atau pengujian kehalalan produk kemudian diserahkan kepada BPJPH,” kata dia.
Keempat, kata Soekoso, dilakukan penetapan kehalalan produk. BPJPH menyampaikan hasil pemeriksaan dan/atau pengujian kehalalan produk yang dilakukan LPH kepada MUI untuk memperoleh penetapan kehalalan produk. MUI lalu menetapkan kehalalan produk melalui Sidang Fatwa Halal.
“Sidang Fatwa Halal digelar paling lama tiga puluh hari kerja sejak MUI menerima hasil pemeriksaan dan/atau pengujian Produk dari BPJPH,” katanya.
Kelima, lanjut Soekoso, penerbitan sertifikat. Produk yang dinyatakan halal oleh sidang fatwa MUI, dilanjutkan oleh BPJPH untuk mengeluarkan sertifikat halal. Penerbitan sertifikat halal paling lambat tujuh hari sejak keputusan kehalalan produk diterima dari MUI diterima.
“Pelaku usaha wajib memasang label halal beserta nomor registrasinya pada produk usahanya,” katanya.
Soekoso mengatakan BPJPH juga akan mempublikasikan penerbitan Sertifikat Halal setiap produk. Untuk produk yang dinyatakan tidak halal, BPJPH mengembalikan permohonan Sertifikat Halal kepada pelaku usaha disertai dengan alasan. Seluruh aturan proses sertifikasi halal ini, kata Soekoso akan diatur dalam Peraturan Menteri Agama. (Ant/SU02)
Kok birokrasinya makin panjang ya..berimplikasi pada biaya makin besar nggak ya?
Islam yang sangat mempercayai pemerintah berpuluh tahun mempercayakan dana haji tanpa bertanya presidennya siapa dari partai apa juga Islam yang paling sering disakiti dikhianati
Katanya akan mempermudah perijinan, kok malah bertambah panjang?