MENU

Like Father Like Son, Understanding Aleppo

Jakarta, Seruji.com– Bicara tentang pembantaian di Aleppo, beberapa rekan menyederhanakan konflik ini sebagai “upaya pemerintah melindungi rakyatnya dari serangan teroris pemberontak”.

Tidak ada hubungannya dengan masalah agama, Syiah vs Sunni, atau pun agenda asing terhadap negara yang kaya minyak dan memiliki posisi strategis di Timur Tengah ini. Untuk yang

berpendapat seperti ini, saya cuma berkata: Seriously? Do you really buy that?

Saat ini, Syiah Iran dan Komunis Rusia ikut membasahi tangan mereka dengan darah rakyat Suriah, sementara Amerika dan sekutu cuci tangan, menutup mata dan telinga serta membalikkan badan mereka. (No wonder, The biggest hypocrites and biggots in history…).

Bagaimana dengan Indonesia? Saat beberapa negara memutuskan hubungan diplomatik dengan Iran karena intervensinya di Suriah, pemerintah kita yang terhormat, tidak segan-segan menunjukkan keberpihakannya, dengan melakukan lawatan ke Iran, bercengkrama dan

berfoto bersama, layaknya sahabat lama, dan tidak ada satu pun pernyataan yang mengutuk kekejian serangan terhadap rakyat Suriah.

Bicara tentang Suriah, tak lengkap jika tidak bicara tentang tokoh sentral yang ada di pusat konflik, Bashar al-Assad. Istri beliau, Asma al-Assad, yang dijuluki sekuntum mawar di tengah gurun, oleh majalah Vogue, adalah seorang sosialita kelas dunia yang diberitakan sibuk berbelanja di London dan Paris, saat sang suami yang juga sibuk membumihanguskan

beberapa kota di Suriah, termasuk Aleppo dan seisinya.

Siapa sebenarnya Bashar al-Assad? Seorang Syiah Alawite yang menggantikan posisi ayahnya, sang Diktator Hafez al-Assad.

Sebuah laporan khusus dari Executive Intelligence Review per 8 November 1996, menganalogikan Hafez al-Assad sebagai modern day-Cerberus, monster berwujud anjing berkepala tiga dalam mitologi Yunani, yang bertugas menjaga gerbang neraka, seperti dikisahkan oleh Dante Alieghieri dalam Commedia.

Hafez al-Assad, selama lebih dari seperempat abad, mendedikasikan dirinya hanya kepada satu hal: mencegah kedamaian terjadi di Timur Tengah. Dalam manuver politiknya di labirin diplomasi Timur Tengah yang rumit, Hafez al-Assad selalu sukses memprovokasi konflik, memulai perang baru, membantai warga sipil yang tidak bersalah serta mengubah

iklim negosiasi menjadi ajang balas dendam.

Anomali Rekam Jejak Hafez al-Assad

Beberapa orang akan membanggakan kepemimpinan Hafez al-Assad dalam Rejection Front, yaitu sikap penolakan terhadap Israel, termasuk penolakan gencatan senjata dan negosiasi dalam bentuk apa pun.

Tapi jika melihat rekam jejaknya, tampak deviasi yang melenceng jauh dari sikap Rejection Front:

  • Kenapa Hafez al-Assad membawa Suriah masuk ke dalam koalisi yang dipimpin Margaret Thatcher dan George Bush untuk menghancurkan negara Irak pada tahun 1990? Pada bulan November 1990, Hafez al-Assad bertemu dengan George Bush di Jenewa, di mana George Bush membuat pernyataan resmi: “Presiden Assad telah berkomitmen dengan kita untuk melawan agresi militer Irak. Suriah telah menjadi bagian dari Anglo-American Military Task Force di Teluk Persia. ” Segera setelah koalisi tersebut disahkan, 50.000 tentara Suriah dikirim ke perbatasan Irak.
  • Jika Hafez al-Assad benar membela hak rakyat Palestina, kenapa dia terdokumentasikan mendukung pembantaian rakyat Palestina saat Black September Massacre di Yordania pada tahun 1970?
  • Jika dia betul-betul membela Palestina, mengapa Hafez al-Assad berkonspirasi dengan US National Security Adviser, Henry Kissinger, untuk memulai invasi Israel di Lebanon pada tahun 1982, yang berakibat pada diusirnya PLO (Palestine Liberation Organization) dari Lebanon,

sehingga semakin memecah belah populasi rakyat Palestina?

  • Jika Hafez al-Assad memang mendukung Palestina, mengapa dia secara aktif membantu Organisasi Teroris Abu Nidal yang justru mentarget pimpinan PLO, namun tidak mentarget Israel?
  • Jika Assad benar menolak segala bentuk negosiasi dengan Israel, bagaimana mungkin Menteri Luar Negeri Israel David Levy membuat penyataan saat diwawancara di televisi nasional, kalau Israel memiliki perjanjian taktis dengan Suriah?

Sekte Syiah Alawite dan Kedekatannya dengan Prancis

Pada tahun 1921, setelah Perang Dunia I, Timur Tengah dibagi menjadi dua bagian, sebagian berada di bawah jajahan Inggris, sementara Suriah masuk ke dalam jajahan Perancis.

Tahun 1936, enam orang pemimpin sekte Alawite membuat petisi kepada Perdana Mentri Prancis saat itu, Leon Blum. Mereka menolak untuk masuk ke dalam Republik Suriah, dan meminta agar menjadi bagian langsung dari Pemerintahan Prancis. Di antara keenam orang pemimpin Alawite itu adalah Sulayman al-Assad, Bapak dari Hafez al-Assad, dan Kakek dari Bashar al-Assad.

Mereka berkata, “Kami pemimpin sekte Alawite, adalah berbeda dengan Muslim Sunni Suriah. Kami menolak hidup berdampingan dengan Muslim Suriah, karena agama resmi di Suriah adalah Islam, dan kami, sekte Alawite, dianggap sesat dan menyimpang. ”

Mereka bahkan menambahkan, ”Kebencian dan fanatisme telah tertanam di bangsa Arab,

akibat dari ajaran agama Islam itu sendiri.”

Alawite, bukanlah Muslim atau pun Kristen. Beberapa menyatakan kalau ajaran ini adalah sinkritisme dari berbagai agama dan kepercayaan dan berakar dari ajaran Babilonia Kuno. Perancis, walaupun menggambarkan Alawite sebagai teman dan pembantu yang loyal dan setia, kali ini tidak memenuhi permintaan mereka. Namun petisi tadi, menunjukkan isi hati

dan kedekatan sekte Alawite yang jika boleh memilih, ingin berada di bawah jajahan Prancis secara langsung, dibandingkan hidup berdampingan dengan Muslim Sunni Suriah.

Sesuai standar prosedur operasional kaum penjajah, Prancis menggunakan politik adu domba, memprovokasi konflik antar kelompok etnis dan agama, sehingga tidak bisa bersatu melawan penjajah. Prancis telah memprediksi bahwa sekte Alawite akan menjadi kroni yang menjanjikan

di masa depan. Prancis merekrut minoritas Alawite dan Kristen ke dalam militer, dan menghambat mayoritas Muslim Sunni yang ingin bergabung.

Statistik dari Kementrian Luar Negeri Prancis berikut dapat member gambaran kondisi saat itu:

  • Personel militer Suriah saat itu terdiri dari 46% Alawite, bandingkan dengan populasi total Alawite dan Kristen yang hanya sebanyak 22% dari rakyat Suriah.
  • Unit Tempur Khusus rekaan Prancis, didominasi oleh Sekte Alawite, dan tidak satu pun Sunni. Metode ini terbukti efektif membungkam pemberontakan Sunni Suriah terhadap penjajahan Prancis pada tahun 1925-1927. Pasukan khusus yang terdiri dari etnis Druze, Circassian, Kurdi

dan Alawites membantai tidak kurang dari 6.000 orang dan sebanyak 100.000 rakyat Suriah (sebagian besar Sunni) kehilangan tempat tinggal.

  • Sensus di Suriah pada tahun 1964, menunjukkan bahwa Sunni merupakan mayoritas (70%), sementara agama lainnya adalah Alawite (11%), Druze (3%), Ismailis (2%) dan Kristen Ortodoks (14%).

Samuel Lyle, seorang pendeta dari Inggris, melakukan riset dan hidup di antara sekte Alawite dari tahun 1853 sd 1859. Menurut buku yang ditulisnya, The Asian Mystery, banyak ritual sekte Alawite, seperti jabat tangan rahasia, kata sandi dan peralatan seremonial, yang menunjukkan

keterkaitan dengan Masonry.

Alawite di masa itu, merupakan suatu sekte rahasia, yang tidak akan membuka kitab sucinya kepada selain dari penganutnya. Doktrin-doktrin tertentu bahkan hanya diketahui oleh pimpinan sekte, dan tidak dibuka untuk penganut awam.

Alawite dinamakan demikian, karena mereka memuja Ali sebagai inkarnasi Tuhan, berlawanan dengan prinsip Tauhid dalam Islam (Nama lain sekte ini adalah Nosairi, sesuai dengan nama pendirinya pada abad ke-9).

Sekte ini juga mencampuradukkan ajaran agama lain. Mereka merayakan Natal dan Paskah, serta menggunakan minuman anggur (yang diharamkan dalam Islam) dalam ritual agamanya. Sub sekte Alawite, yaitu Moon sect atau Sekte Bulan, percaya bahwa Ali hidup dan tinggal di bulan, dan keseluruhan ritualnya menunjukkan bahwa sekte ini berasal dari masa sebelum Islam, bahkan merujuk ke ajaran Babilonia Kuno. Ingat petisi yang ditujukan ke pemerintah Prancis tadi?

Salah satu dari keenam pimpinan Alawite yang menandatanganinya adalah Pemimpin Tertinggi Moon Sect, yang markas utamanya adalah desa tempat keluarga al-Assad tinggal. (bersambung)

(dr. Yogi Prawira, Sp.A/dari berbagai referensi)

Keterangan foto: Kondisi kota Aleppo sebelum dan sesudah perang (foto Of Aleppo)

Ingin mengabarkan peristiwa atau menulis opini? Silahkan tulis di kanal WARGA SERUJI dengan klik link ini

TINGGALKAN KOMENTAR

Silahkan isi komentar anda
Silahkan masukan nama

ARTIKEL TERBARU

BERITA TERBARU

TERPOPULER