MATARAM – Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesi (KAMMI) Nusa Tenggara Barat (NTB), mengutuk tindakan represif aparat kepolisian dalam menangani aksi demonstrasi yang dilakukan aktifis KAMMI di Jalan Medan Merdeka Barat pada Rabu 24 Mei 2017 yang lalu. Dalam insiden itu, beberapa orang aktifis dipukuli aparat hingga terluka, termasuk diantaranya ketua umum pengurus pusat KAMMI, Kartika Nur Rahman.
Ketua KAMMI NTB M Robi Satriawan menilai tindakan aparat sangat berlebihan dan terkesan tebang pilih dalam menangani aksi demonstrasi.
“Saat ini demokrasi kita mengalami duka cita. Pembawa parang di Bandara Manado dibiarkan dan pembakar lilin berbaju kotak-kotak hingga larut malam diayomi serta diberi jaminan keamanan,” ungkap Robi dalam keterangan tertulisnya yang diterima SERUJI, Jum’at (26/5).
Robi juga mempertanyakan sikap aparat yang keras terhadap aksi yang dilakukan KAMMIÂ sementara sangat toleran dengan sebagian kelompok demonstran yang lain.
“Aparat Kepolisian dengan sangat represif membubarkan Aksi Damai KAMMI di jalan Medan Merdeka Barat. Sementara dalam waktu yang bersamaan, para pendukung Ahok berunjukrasa di depan Balaikota Jalan Medan Merdeka Selatan tanpa tindakan apapun dari Polisi,” kata Robi.
Perlakuan yang berbeda ini, sambungnya, bukan hanya merusak tatanan demokrasi, tetapi juga bentuk tirani kekuasaan. Untuk itu, Ia meminta Kapolres Jakarta Pusat dan Kapolda Metro Jaya harus bertanggung jawab atas tindakan pembubaran paksa Aksi Damai KAMMI.
“Arogansi, represifitas dan tebang pilih aparat kepolisian tidak boleh dibiarkan,” tutupnya.
Sebagaimana diketahui, pada Rabu 24 Mei 2017 yang lalu, aksi damai ratusan aktifis KAMMI berujung ricuh. Tuntutan mereka agar menuntaskan mega skandal kasus korupsi Bank Century, BLBI, e-KTP dibubarkan paksa oleh aparat kepolisian. Tujuh orang aktifis ditangkap dan beberapa diantaranya mengalami luka-luka. (Syamsul/Hrn)