Kalau ada yang menyangsikan nasionalisme kaum Melayudi Pontianak, ia mesti belajar sejarah lebih dalam. Ketika kemerdekaan Indonesia berkumandang pada tanggal 17 Agustus 1945, Kerajaan ini secara tegas menyatakan diri untuk masuk ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Konsekuensinya, dinasti kesultanan berakhir dan wilayah mereka dikembangkan sebagai Kota Pontianak, ibukota provinsi Kalimantan Barat.
Di istana ini terdapat tulisan tentang Kraton Kadriah dan sejarah kota Pontianak yang sebenarnya. Terdapat pula lancang kuning milik kerajaan Istana Kadriah. Lancang kuning adalah alat transportasi laut taradisional kesultanan Pontianak dilengkapi dengan foto Sultan Muhammad Alkadrie mengenakan pakaian kesultanan warna putih.
Di istana ini, selain catatan tentang keraton Kadriah dan sejarah kota Pontianak, terdapat pula catatan hirarki raja-raja yang bertakhta pada zaman kejayaan kesultanan Kutaringin. Selian itu ada juga catatan tentang silsilah para sultan Kerajaan Pontianak.
Raja-raja yang memerintah Kesultanan Pontianak adalah sebagai berikut :
1. Syarif Abdurrahman Alkadrie memerintah dari tahun 1771-1808
2. Syarif Kasim Alkadrie memerintahdari tahun 1808-1819.
3. Syarif Osman Alkadrie memerintahdari tahun 1819-1855.
4. Syarif Hamid Alkadrie memerintahdari tahun 1855-1872.
5. Syarif Yusuf Alkadrie memerintah dari tahun 1872-1895.
6. Syarif Muhammad Alkadrie memerintah dari tahun 1895-1944.
7. Syarif Thaha Alkadrie memerintahdari tahun 1944-1945.
8. Syarif Hamid II Alkadrie memerintah dari tahun 1945-1950.
Semenjak wafatnya Sultan Syarif Hamid II Alkadrie, Kesultanan Pontianak tak memiliki sultan. Putra mahkota yang bernama Syarif Yusuf Alkadri yang menurut kerabat istana Syarif Hamid kini berusia hampir 100 tahun, tidak bersedia menerima posisi sebagai pewaris kerajaan. Selain karena menetap di Belanda (mengikuti kewarganegaraan ibunya), sampai usia senja ia tidak dikaruniai keturunan.
Para ahli waris Kesultanan Pontianak dari Dinasti Alkadrie akhirnya menyepakati mengangkat salah seorang kerabat istana bernama Syarif Abubakar Alkadrie. Jauh sebelumnya, tepatnya 29 Januari 2001, Syarifah Khadijah Alkadrie bergelar Ratu Perbu Wijaya mengukuhkan Kerabat Muda Istana Kadriah Kesultanan Pontianak. Kerabat Muda ini bertujuan menjaga segala tradisidan nilai budaya yang positif dari leluhur mereka, termasuk menghidupkan atau melestarikannya.
Berpegang acuan tersebut, maka prosesi pelantikan Syarif Abubakar Alkadrie sebagai sultan kesembilan diawali dengan permintaan restu dari kerabat istana tertua, Syarifah Khadijah Alkadrie yang berusia 100tahun. Sang Ratu kemudian menyerahkan sebilah keris pusaka kepada Sultan baru.
Kesultanan Pontianak berlangsung hingga tahun 1952 dan bergabung dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) pada masa pemerintahan Sultan ke-8, Sultan Syarif Hamid Alkadrie II. Ia mempunyai peranan penting dalam pembentukan negara kita, yaitu menciptakan lambang negara, Garuda Pancasila.
Ketika kemerdekaan Indonesia berkumandang pada tanggal17 Agustus 1945, Kerajaan ini secara tegas menyatakan diri untuk masuk ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indoensia. Sikap ini didasari atas sepak terjang pihak Kesultanan yang telah setia untuk terus mengobarkan api perlawanan terhadap Belanda pada masa revolusi fisik. Bantuan dari Kerajaan berupa 300 pucuk senapan dan beberapa meriam membuktikan bahwa Kesultanan secara tegas berada di belakang Republik Indonesia.
Sikap ini menimbulkan konsekuensi di pihak Kerajaan, yaitu wilayah kerajaan dilebur ke dalam satu kesatuan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Konsekuensi tersebut berimbas pada perubahan bentuk kesultanan menjadi swapraja (setingkat dengan kawedanan). Alhasil, sejak bergabung dengan NKRI, kesultanan pun berakhir dan berkembang menjadi Kota Pontianak, ibukota provinsi Kalimantan Barat.
Sultan Hamid II (1913-1978) terlahir dengan nama Syarif Abdul Hamid Alkadrie, putra sulung Sultan Pontianak Sultan Syarif Muhammad Alkadrie. Perancang Lambang Negara Indonesia, Garuda Pancasila ini beristrikan seorang perempuan Belanda, yang memberikannya dua anak dan sekarang tinggal di Negeri Belanda.
Sewaktu Republik Indonesia Serikat dibentuk, dia diangkat menjadi Menteri Negara Zonder Porto Folio. Selama jabatan menteri negara itulah, ia ditugaskan Presiden Soekarno merencanakan, merancang dan merumuskan gambar lambang negara. (Nurur/Hrn)
Tak kan hilang Melayu di dunia..
Gagak Hitam