JAKARTA, SERUJI.CO.ID – Rancangan Undang-Undang Antiterorisme mengatur ancaman bagi warga negara Indonesia yang menjadi kombatan teroris mengikuti pelatihan militer baik di dalam maupun di luar negeri dengan pidana paling singkat empat tahun dan paling lama 15 tahun.
“Kalau setiap orang yang pulang dari Suriah lalu dianggap sebagai teroris, kita tidak punya dasar hukum. Karena itu UU ini membutuhkan definisi terkait motif ideologi, politik dan gangguan keamanan,” kata Ketua Pansus RUU Antiterorisme DPR M Syafi’i di Kompleks Parlemen Jakarta, Jumat (25/5).
Dia mengatakan kalau ada orang pulang dari Suriah bisa diperkirakan oleh Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dan apabila belum terpapar paham radikal bisa diikutsertakan dalam program kontra-radikalisasi.
Menurut dia, kalau seseorang tersebut terpapar bisa diikutkan dalam program deradikalisasi dan apabila terbukti telah melakukan kejahatan, baru dikenakan hukuman.
“Saya kira sebuah tindakan yang tidak manusiawi dan melanggar HAM kalau orang pulang dari Suriah sementara kita tidak tahu mereka berbuat apa, lalu ketika pulang dianggap sebagai teroris,” ujarnya.
Dalam RUU tentang Perubahan UU Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme yang telah disetujui pengesahannya DPR, dijelaskan dalam Pasal 12B. (Ant/Su02)