MENU

Reposisi Sekolah Demi Pendidikan

|

SERUJI.CO.ID – Kinerja belajar seseorang tidak hanya ditentukan oleh pengalaman sekolahnya. Seringkali, pengalaman di luar sekolah justru menentukan tingkat keterpelajaran seseorang. Menempatkan sekolah sebagai lembaga yang paling membentuk keterpelajaran seseorang adalah mitos dan tahayul, kalau tidak bisa disebut hoaks.

Ki Hadjar mengatakan ada 3 pilar pendidikan: keluarga, masyarakat dan perguruan. Ini berlaku terutama untuk pendidikan dasar. Menyamakan pendidikan dengan persekolahan, lalu mengartikan Wajib Belajar sebagai Wajib Sekolah adalah keliru sekaligus menyesatkan.

Kelemahan sekolah, terutama sekolah warga kaya, adalah kenyamanannya, walaupun kekerasan pada anak sering dan bisa terjadi di sekolah. Sekolah sebagai built environment tidak mampu menyediakan tantangan dengan resiko nyata. Padahal pembentukan karakter hanya efektif jika murid sering dihadapkan pada tantangan dengan resiko karakter yang nyata.

Kelemahan berikutnya adalah obsesinya yang berlebihan pada mutu (standar), terutama standard internasional, sehingga menelantarkan relevansi. Untuk pendidikan dasar, relevansi lebih penting daripada mutu. Akibat penyeragaman luas melalui standar, murid mungkin mempelajari banyak hal, kecuali belajar menjadi dirinya sendiri yang unik.

Kelemahan berikutnya adalah kecenderungan guru untuk mengharapkan hasil evaluasi yang benar, bukan hasil evaluasi yang jujur. Seringkali anak yang jujur malah ajur di sekolah.

Evaluasi seringkali juga berbasis pribadi, bukan tim. Obsesi pada daya saing menelantarkan daya sanding. Daya saing adalah sifat yang alamiah, sedangkan daya sanding adalah hasil pendidikan.

Pemujaan berlebihan pada mata pelajaran tertentu seperti matematika dan IPA, serta menelantarkan pendidikan seni dan jasmani adalah kecenderungan yang keliru.

Sekolah juga memiliki kecenderungan lebih sebagai tempat guru mengajar, bukan tempat murid belajar. Belajar yang sehat membutuhkan kesempatan yang cukup untuk mengalami, membaca, menulis dan berbicara. Guru kemudian membantu murid untuk memaknai pengalaman murid melalui kesempatan membaca dan menulis serta berbicara.

Kinerja belajar anak tidak pernah terlalu ditentukan oleh kurikulum, sarana dan guru. Yang paling menentukan adalah kesiapan anak sendiri. Anak yang tumbuh dalam keluarga Yang sehat akan bisa belajar dengan baik di sekolah yang buruk sekalipun. Rumah menyediakan sarapan dan makan malam beragam, sementara sekolah hanya warung dekat rumah yang menyajikan makan siang seragam.

Sekolah terbaik akan mengakui peran penting keluarga dan masyarakat serta melakukan semua yang diperlukan untuk melibatkan keluarga dan masyarakat dalam program sekolah.

Gayungsari, 23/10/2018

TINGGALKAN KOMENTAR

Silahkan isi komentar anda
Silahkan masukan nama

Daniel Mohammad Rosyid
Daniel Mohammad Rosyid
Guru Besar ITS Surabaya, Pemerhati Pendidikan dan Kebijakan Publik.
spot_img
Guru Besar ITS Surabaya, Pemerhati Pendidikan dan Kebijakan Publik.

TERPOPULER

Selesai ?

Membangun Kembali Budaya Bahari

Ramadhan dan Deschooling Indonesia

Refleksi Akhir Tahun Pendidikan

spot_img