MENU

Membaca Pesan Raja Arab (Bagian-2)

Oleh: Abdul Gani*

Jauh sebelum UNESCO dan UNICEF menetapkan bahwa kemampuan berkomunikasi verbal dan non verbal merupakan bagian dari interpersonal abilities yang termasuk life skills, Al-Qur’an yang turun 14 abad yang lampau sudah lebih dahulu mengajarkannya. Sehingga seharusnya menjadi kemampuan dasar bagi seorang muslim, baik dalam interaksinya kepada Allah, maupun terhadap sesama makhluk dan saudara seimannya. Dan Rasulullah yang akhlaqnya adalah Al-Qur’an, adalah uswah hasanah dalam hal ini.

Sebagai contoh, Rasulullah dulu pernah bersabda, “Menjamu tamu maksimal tiga hari dan memuliakannya maksimal sehari semalam. Tidak halal bagi seorang muslim jika tetap tinggal bertamu di sisi saudaranya, sampai menyakitinya.” Para sahabat lalu bertanya: “Wahai Rasulullah, apa maksud menyakitinya?” Rasulullah menjawab: “Jika dia tetap tinggal bertamu di sisi saudaranya, sampai saudaranya itu tidak mempunyai apa-apa untuk menjamunya.” (Hadits Riwayat Muslim)

Disini Rasulullah mengajarkan kepada kita, dua keterampilan sekaligus. Yakni keterampilan membaca pesan verbal berupa kata-kata dari redaksi hadits ini. Yang isinya tentang tata krama atau adab menerima tamu dan bertamu.

Serta mengajarkan pula kepada kita, keterampilan menangkap pesan yang bukan berupa kata-kata atau non verbal. Dalam hal ini, kepekaan untuk membaca kondisi saudaranya; bahwa selayaknya tamu itu jangan menyakiti tuan rumahnya dengan berlama-lama tinggal, meskipun di sisi lain, sepantasnya tuan rumah itu selalu menjamu tamunya selama tamunya itu tinggal.

Jika kita membaca pesan non verbal dari pemilihan rentang waktu kunjungan resmi Raja Salman yang hanya tiga hari, dari sembilan hari atau ditambah lagi kemudian menjadi dua belas hari total lawatannya di Indonesia. Tampaknya sang Raja Arab ini memahami isi hadits Nabi ini. Raja ingin banyak berkontribusi untuk negeri saudaranya ini, sekaligus tidak mau menyusahkannya.

Apalagi jika beliau mengetahui kondisi negeri saudaranya ini, yang meski tanahnya lebih subur dari tanahnya, yang tongkat kayu dilemparkan saja jadi tanaman, yang buah-buahannya jauh lebih banyak yang tumbuh dari pada di negerinya, yang kandungan buminya jauh lebih beraneka dan berharga daripada kandungan buminya, yang cuaca alamnya jauh lebih bersahabat daripada cuaca di negerinya, namun hutangnya jauh lebih banyak dan kemakmuran penduduknya jauh dibawah kemakmuran penduduk negerinya.

Dan menilik penjelasan Duta Besarnya, Osama (di bagian 1). Bahwa Raja Salman sangat memperhatikan permasalahan dan kondisi umat Islam di Indonesia. Tentu semakin jelas mengapa beliau tidak ingin merepotkan tuan rumahnya, dengan membawa sendiri semua barang kebutuhannya sampai beberapa pesawat, lalu hanya memberi kesempatan kepada tuan rumahnya untuk menjamu dirinya selama tiga hari saja.

Sehingga dapat dimaklumi, setelah kunjungan resminya berakhir, kabar berita sang Raja yang sebelumnya tiga hari berturut-turut memenuhi kolom-kolom utama pemberitaan media massa. Mendadak hilang, nyaris tak terdengar. Agenda kerja presiden dan pemerintahan yang sebelumnya disibukkan dengan acara Raja, pun kembali berjalan seperti sedia kala, seakan tamunya itu sudah pamit pulang meninggalkan negeri ini.

Dalam tiga hari kunjungan resminya itu, banyak pesan yang diberikan Raja untuk negeri ini. Negeri yang sebetulnya sangat diharapkan dapat bangkit, bersanding bersama berperan menuntaskan berbagai permasalahan umat dunia.

Karena semenjak runtuhnya kekhalifahan Islam di Turki 93 tahun yang lalu, pengaruh hegemoni barat dan politik imperialisme dan kolonialismenya belum pudar sampai kini. Lihatlah Palestina, Syiria, Irak, Somalia, Uighur di China, Rohingya di Myanmar, dan sebagainya. Ini bukan masalah sentimen agama. Ini masalah diskriminasi terhadap manusia, penindasan dan ketidakadilan.

Islam tidak mengenal sentimen agama. Tidak dikenal dalam Islam ajaran menjajah negeri non Islam, ajaran memaksakan agama Islam kepada non muslim, bahkan menyakiti siapapun pemeluk agama apapun, diharamkan dalam Islam jika tanpa hak. Justru dunia pertama kali mengenal bentuk penjajahan, perampokan, pemaksaan agama dan genosida dipelopori oleh barat dengan politik imperialismenya yang bersemboyan: Gold, Gospel, and Glory. Sejarah telah mencatat dengan tinta merah.

Potret perspektif makro problematika umat Islam dunia ini, perlu kita baca terlebih dahulu, agar kita bisa lebih menangkap konteks pesan Raja untuk Indonesia. Demikian karena berkorelasi, dan agar menjadi komprehensif interpretasi kita dalam membaca pesan penguasa yang paling berpengaruh di jazirah Arab ini.

(Bersambung)

Allahu a’lam bishowwab. Walhamdulillahi Rabbil ‘Aalamiin.

*Penulis adalah pengasuh majelis taklim Roihatul Jannah dan Ketua Pengurus Daerah (Pengda) Gerakan Muslim Kuasai Media (GMKM) Yogyakarta.

EDITOR: Iwan Y

Ingin mengabarkan peristiwa atau menulis opini? Silahkan tulis di kanal WARGA SERUJI dengan klik link ini

TINGGALKAN KOMENTAR

Silahkan isi komentar anda
Silahkan masukan nama

ARTIKEL TERBARU

BERITA TERBARU

TERPOPULER