NEW YORK, SERUJI.CO.ID – Sekitar 66 juta orang dipaksa mengungsi di seluruh dunia, sementara kerja sama internasional dan solidaritas yang lemah menjadi alasan meningkatnya jumlah tersebut, ujar Komisaris Tinggi PBB untuk pengungsi Filippo Grandi, Kamis (2/11).
Grandi yang berbicara di hadapan Dewan Keamanan PBB, mengatakan bahwa jumlah pengungsi tersebut meningkat dari 42 juta di tahun 2009, angka terakhir yang disampaikan pendahulunya pada dewan beranggotakan 15 negara tersebut.
“Kenaikan tajam pergerakan pengungsi mencerminkan kelemahan dalam kerja sama internasional dan penurunan kapasitas untuk mencegah, mengatasi, dan menyelesaikan konflik,” kata Grandi.
Konflik yang sedang berlangsung di Suriah dan kekerasan di Irak mencakup sekitar seperempat dari mereka yang saat ini mengungsi, kata Grandi.
Ia menambahkan, bahwa kombinasi kemiskinan, kurangnya pembangunan, degradasi lingkungan, ketidaksetaraan dan penganiayaan melebur di daerah-daerah yang kurang tertata di dunia sehingga memicu lebih banyak krisis.
Grandi menyoroti pentingnya misi Penjaga Perdamaian PBB yang perannya ia sebut dalam situasi “kritis.” Grandi mengkritik negara-negara dengan garis perbatasan tertutup dan menghalangi untuk mendapatkan akses suaka dan mengatakan beberapa negara dengan sikap seperti itu merupakan negara kaya atau yang paling tidak terkena dampak arus pengungsi.
Bulan lalu, Grandi memilih Eropa, Amerika Serikat, dan Australia sebagai negara untuk kebijakan yang tidak menyenangkan bagi pengungsi.
“Banyak negara penampung pengungsi, terutama yang bertetangga dengan zona konflik, menjaga perbatasan mereka tetap terbuka dan dengan murah hati menampung ribuan orang, kadang-kadang jutaan pengungsi,” katanya.
Grandi meminta Dewan Keamanan untuk menemukan solusi politik yang dapat mencegah lebih banyak orang untuk mengungsi.
“Mereka, orang-orang yang tercerabut, mengandalkan kepemimpinan Anda untuk membantu memberikan solusi tersebut,” katanya meminta kepada anggota yang hadir.
Yang baru-baru ini menjadi situasi kritis terbesar adalah kasus Rohingya di Myanmar yang sekitar 600.000 orang telah mengungsi ke Bangladesh akibat kekerasan dan penindasan sejak akhir Agustus lalu.
Jumlah tersebut termasuk ke dalam setidaknya tiga juta orang di seluruh dunia yang tidak memiliki kewarganegaraan, kehilangan identitas, hak, dan tidak jarang pekerjaan, Badan Pengungsi PBB menyebutkan. (Ant/SU02)
