Di Sosial media saya simak mulai bergairah komunitas menjauhi riba. Luar biasa. Kondisi ekonomi di ranah riba menggelembungkan ekonomi balon angin, ekonomi keluarga kembung-angin.

Agar balon angin tak kian tambun, tusuk pakai jarum, agar pecah. Jarum penusuk: jauhi riba, baik produk ataupun jasa.

Berat menjauhi riba, karena kita berada di dalam pusaran balon angin. Ekonomi balon angin, telah faktual, membuat harga listrik di Indonesia termahal di dunia, sekadar menyebut satu contoh.

Tugas motivator, sejatinya harusnya di lakukan negara, memotivasi warga berproduk dan atau jasa masuk pasar. Negara bukan menciptakan peng-hutang, lalu hidup bergelimang gali lubang tutup lubang.

Di dalam Islam sangat jernih bergelimang riba di akhirat kelak orang lain bermuka jernih, bersih, mereka di pusaran riba berjalan bak orang mabuk, dari ujung rambut hingga kakinya mengalir cairan bak coklat cair, berupa darah dan nanah. Hiii betapa baunya diri kala itu.

Saya sejak lama memiliki kartu kredit dengan limit kecil. Lama dibiarkan demikian. Namun karena sering belakangan ke luar negeri butuh limit lumayan, terutama bila ke Amerika, nyaman bayar Uber via kartu kredit. Kami berusaha menghindari bunga, memfungsikan kartu kredit hanya sebagai alat bayar.

Riba
Membungakan uang bagian dari Riba

Ini ranah kesadaran personal memang. Akan tetapi berpengaruh besar bagi sebuah bangsa dan negara.

Kemarin siang di sebuah hotel grand di Jakarta, seorang kawan mengklasifikasikan dua tipe orang berhaji. Pertama dipanggil Nabi Ibrahim, kedua dipanggil setan.

Memenuhi ibadah Rukun Islam kelima itu, banyak persyaratan, terutama tentu bukan dari uang riba. Di sebuah propinsi, dominan orang berhaji memang dari keluarga mapan. Pulang dari Mekah, mereka beribadah, menyerahkan ranah berproduk dan atau jasa ke keluarga. Sang Haji seakan moksa, jadi tauladan peradaban.

Kini penyelenggaraan haji di Indonesia agak unik. Karena urusan kuota, warga antri hingga 25 tahun, cicil dan tabung uang. Sebaliknya ada juga jatah dengan bayar US $ 15-20ribu, fee, bisa langsung berhaji di tahun berjalan. Tumpukan dana haji tak dikelola bagaikan Tabung Haji di Malaysia.

Saya bukan Ustad.

Saya juga bukan ulama. Saya hanya berusaha memahami tuntunan agama. Bila negara jauh dari tuntunan Alquran dan Hadist, tugas setiap individu umat menjauhi segala tak pas. Apalagi bila ibadah haji kemudian terlanda pula riba?

Melihat persoalan ini menurut saya dimulai dari diri, bersih pakaian, bersih hingga kaus kaki wangi, siapa tahu juga Allah SWT membuat hati kita bersih. Hati yang suci bisa memfilter sebuah pilihan, termasuk kita terhindar riba atau belum.

Selamat Jumat berkah.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silahkan isi komentar anda
Silahkan masukan nama