SURABAYA – Kasus ancaman pembunuhan sejumlah ulama dan tokoh publik oleh Nathan Prima Suwanto, seorang pengusaha Surabaya pada beberapa waktu yang lalu, kini kembali muncul ke permukaan.
Lantaran seorang advokat, Ach. Supyadi, yang mengadukan/melaporkan kasus tersebut ke Polda Jawa Timur, menyampaikan bahwa berkas laporannya kini dihilangkan oleh pihak kepolisian.
“Lebih 2 jam saya konfirmasi perkembangan penanganan kasus Nathan Suwanto ini. Dan lebih 2 jam pula saya menunggu jawabannya. Saat saya mendesak menanyakan penanganan kasus yang saya adukan terkait Nathan Suwanto, ternyata mereka menjawab bahwa berkas laporan saya hilang,” kata Ach. Supyadi dalam keterangan tertulisnya, pada Rabu (17/5).
Awalnya, pada hari itu, Ach.Supyadi kembali mendatangi Polda Jatim untuk menanyakan kabar perkembangan kasus atas aduannya yang dilaporkan pada 4 Mei 2017 lalu.
“Saya kembali datangi Polda Jatim karena sudah dua pekan menunggu belum ada kejelasan kabar kasusnya,” jelasnya.
Namun yang membuat dirinya kecewa, setelah menunggu lama yang dia dapati adalah kabar berkas aduan/laporannya telah hilang.
“Tentu saya sebagai pengadu tidak bisa menerima begitu saja. Yang lebih disesalkan dan bagi saya tidak lucu adalah sekelas Polda Jatim begitu lalai sampai menghilangkan berkas laporan,” ujar Ach. Supyadi dengan gusar.
Ia pun jadi mempertanyakan apakah ada unsur kesengajaan oleh pihak kepolisian.
“Hilangnya berkas laporan ini jadi pertanyaan besar bagi saya, dan Insya Allah juga yang lain, apakah benar-benar hilang atau sengaja dihilangkan,” tanyanya.
Ia merasa sulit menerima pihak kepolisian (apalagi sekelas Polda) meremehkan laporan pelapor sampai berkas laporannya dihilangkan seperti itu.
“Sebagai pihak yang diremehkan tentu saya tidak terima atas dihilangkannya berkas laporan saya ini. Pihak Polda harus bertanggung jawab,” pungkasnya.
Diberitakan sebelumnya, pada Sabtu (29/4/2017) seorang netizen bernama Nathan P. Suwanto, pengusaha asal Surabaya, menulis pesan di akun twitternya @NathanSuwanto yang bernada ancaman.
Dalam pesannya tersebut, Nathan yang mempunyai perusahaan Harrisma Wissesajaya di Surabaya, menyatakan bersedia ikut patungan jika ada seseorang yang bersedia menghabisi ulama dan tokoh publik yang dia sebutkan.
Nathan menyebutkan beberapa tokoh yang ingin dihabisi, diantaranya ada nama ulama Habib Rizieq Syihab, dan para politisi seperti Fahira Idris, Fadli Zon, Fahri Hamzah dan terakhir nama Buni Yani.
Atas kicauannya tersebut, Nathan dilaporkan ke Polda Jatim pada 4 Mei 2017 oleh seorang advokat Ach. Supyadi, dan diterima oleh IPTU Wahyu Setya Andika. SH.MH.
Sampai berita ini diturunkan, Ach.Supyadi selaku pelapor masih terus menanyakan kejelasan atas hilangnya berkas laporan tersebut. Karena atas dasar laporannya, Polisi baru bisa menindak-lanjuti kasus ini.
Seperti diketahui, menurut Pasal 86 UU No.43 Tahun 2009 Tentang Kearsipan menegaskan “Bahwa setiap orang yang dengan sengaja memusnahkan arsip diluar prosedur sebagaimana dimaksud pasal 51 ayat 2 dipidana maksimal 10 tahun penjara”
Kemudian dalam Pasal 53 UU No.14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik juga menyebutkan: “Setiap orang yang dengan sengaja melawan hukum menghancurkan, merusak, dan atau menghilangkan Informasi Publik dalam bentuk media apapun yang dilindungi negara dan/atau yang berkaitan dengan kepentingan umum dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp.10.000.000 (sepuluh juta rupiah)”
Apakah kasus Nathan ini akan menguap sebagaimana halnya kasus ujaran kebencian lainnya, seperti Steven “Tiko” dan Iwan Bopeng yang sampai saat ini tidak jelas kasusnya? (Ardiansyah)
EDITOR: Iwan Y
Ayo Seruji…kawal kasus ini dan beritakan sebenar benarnya apakah Kepolisian kini berpihak ke kelompok tertentu? Dan, bongkar kekuatan intelektualnya di belakang ini semua…
Pukis coklat.. Emang sampah masyarakat
Profesional sekali kepolisian Indonesia.