Usaha kue Kembang Waru milik Hargito pun tidak berjalan lancar diawal perintisannya, sangat berat menurutnya.
“Dulu orang-orang disini pekerjaannya membuat bahan perabotan rumah dari bahan blek, hingga membentuk Koperasi untuk usaha blek itu, namun seiring berjalannya waktu adanya tragedi 1965 pada masa itu dan beberapa anggota ditangkap karena diduga ikut gerakan PKI, Koperasi itupun gulung tikar,” ungkapnya.
Setelah usahanya dengan rekan-rekannya itu gulung tikar akhirnya dia memiliki ide bersama rekannya yang lain yang tidak tersandung kasus tersebut, untuk membuat kue Kembang Waru, namun pada akhirnya pula banyak yang keluar karena tidak kuat.
Baginya membuat kue Kembang Waru tidak sekedar mencari pendapatan untuk mencukupi hidupnya dan keluarganya. Lebih dari itu, usaha yang ditekuninya hingga sekarangpun menurutnya merupakan wujud pelestarian budaya. Peran pemerintah pun turut mendukungnya, dengan diadakan pelatihan olehnya yang didukung pemerintah, namun disayangkan respon dari masyarakatpun tidak begitu banyak yang minat.
Proses yang menurutnya panjang dalam membuat kue itu dan telah muncul kue-kue baru membuat minat masyarakat kurang untuk membuat kue Kembang Waru. Dirinya hanya berusaha semaksimal mungkin memberikan pelayanan terbaik bagi yang ingin belajar maupun para konsumen. Hal itu terbukti untuk konsumen dari kue Kembang Waru buatannya pun masih cukup banyak, setiap hari dirinya memeperoleh pesanan.