JAKARTA, SERUJI.CO.ID – Mantan Ketua DPR Setya Novanto disebut meminta diskon kepada Direktur Utama PT Biomorf Lone Indonesia selaku penyedia Automated Fingerprint Identification System (AFIS) merk L1 Johannes Marliem hingga 50 persen dalam proyek KTP-Elektronik (KTP-el).
“Johannes Marliem menjelaskan bahwa harga produk AFIS merk L-1 adalah 0,5 dolar AS atau Rp 5000 dolar per penduduk. Atas penjelasan itu, terdakwa meminta diskon 50 persen dan akhinya disepakati oleh Marliem ada diskon 40 persen atau sebesar 0,2 dolar AS atau Rp2000 per penduduk,” kata jaksa penuntut umum KPK Ahmad Burhanuddin dalam sidang pembacaan dakwaan di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu (14/12).
Permintaan diskon itu diawali pada awal 2011, saat Direktur Utama PT Sandipala Arthaputra Paulus Tannos selaku penyedia chip dan percetakan kartu dan Vincent Cousin selaku Country Manager STMicroelectronics for Indonesia bertemu Setnov yang saat itu menjadi Ketua Fraksi Partai Golkar untuk mendapatkan persetujuan. Pertemuan itu juga dihadiri oleh Irvanto Hendra Pambudi Cahyo (keponakan Setnov) dan Johannes Marliem.
“Terdakwa Setya Novanto menyetujui Paulus Tannos dan Vincent Cousin untuk menjadi penyedia chip dan percetakan kartu dalam pekerjaan KTP-el serta menyetujui Irvanto Hendra mengikuti lelang KTP-el dengan menggunakan perusahaan PT Murakabi Sejahtera,” tambah jaksa.
Setnov juga bertemu dengan country manager HP Enterprise Charles Sutanto Ekapradja di rumahnya Jalan Wijaya XIII guna mendapatkan harga 1 keping kartu ID dan apakah dapat menggunakan chip produk China yang harganya lebih murah.
Charles menginformasikan bahwa harga AFIS merek L-1 terlalu mahal dan memanggil Andi Agustinus dan Johannes Marliem terkait hal itu sehingga Setnov meminta diskon hingga 50 persen.
Setelah mendapatkan potongan harga Rp 2000, maka selisih harga itu akan diberikan kepada Setnov dan anggota DPR lain sebagai “commitment fee” sebesar 5 persen dari nilai kontrak sehingga Setnov menyetujuinya.
“Terdakkwa juga melakukan pertemuan dengan Johannes Marliem di gedung DPR untuk menyampaikan bahwa anggaran proyek KTP-el telah tersedia,” tambah jaksa Burhanuddin.
Awal keikusertaan Setnov dalam proyek KTP-el adalah saat pengusaha Andi Agustinus yang memiliki kedekatan dengan Setnov mengajak Dirjen Dukcapil Kemendagri saat itu Irman untuk menemui Setnov selaku anggota DPR yang juga ketua fraksi Partai Golkar.
“Karena terdakwa selaku Ketua Fraksi Golkar dipandang sebagi kunci keberhasilan pembahasan anggaran pekerjaan KTP-el, atas ajakan itu Irman menyetujuinya,” ungkap jaksa Irene Putri.
Pertemuan dilangsungkan beberapa hari kemudian sekitar pukul 06.00 WIB di hotel Gran Melia yang dihadiri Irman, Sugiharto, Andi Agustinus, Diah Anggraini dan Setnov. Dalam pertemuan itu Setnov menyatakan “di Depdagri akan ada program KTP-el yang merupakan program strategis nasional, ayo kita jaga bersama-sama” dan menyatakan dukungannya dalam pembahasan anggaran KTP-E.
Andi mengajak Irman untuk menemui Setya Novanto di ruang kerjanya di Lantai 12 Gedung DPR RI. Dalam pertemuan tersebut Andi mengatakan “Pak Nov, gimana anggaran untuk KTP-el? Ini pak Irman masih ragu-ragu nih. Kalo sudah ada kepastian Pak Irman tidak akan ragu-ragu lagi dan bisa segera mempersiapkan langkah-langkah.
Atas pertanyaan tersebut, Setya Novanto mengatakan “Ini sedang kita koordinasikan”. Selanjutnya ketika Irman hendak meninggalkan tempat pertemuan tersebut, Setya Novanto mengatakan kepada Irman “Perkembangannya nanti hubungi aja Andi” .
Setnov kembali memanggil Andi Agustinus ke lantai 12 gedung DPR. Dalam pertemuan itu Setnov memperkenalkan Andi ke Mirwan Amir yang merupakan Wakil Ketua Banggar DPR dari fraksi Partai Golkar. Mirwan mengarahkan Andi untuk berkoordinasi dengan pengusaha bernama Yusnan Solihin. Yusnan yang saat itu aktif sebagai direktur PT Sucofindo menginginkan dibentuk perusahan gabungan untuk menentukan harga barang KTP-el.
Setnov juga memperkenalkan Andi Agusstinus ke Ketua Komisi II DPR Chairuman Harahap pada akhir April 2010 di ruang fraksi Partai Golkar lantai 12 gedung DPR sebagai pengusaha yang ikut mengerjakan proyek KTP-el. Dalam pertemuan itu Andi mengatakan bersedia memberikan sejumlah uang kepada anggota Komisi II untuk memperlancar pembahasan angggaran.
Pertemuan lanjutan di lantai 12 gedung DPR antara Andi Narogong, Johannes Marliem, Iftikar Ahmad dan Greg Alexander untuk meyakinkan pihak-pihak atau Johannes Marliem bahwa pekerjaan KTP-el benar-benar ada dan anggaran sudah tersedia.
Dalam petemuan itu terdakwa membagikan kartu namanya kepada johannes Marliem, Iftikar Ahmad dan Greg Alexander. Andi Agustinus lalu membentuk tim Fatmawati di ruko miliknya di bilangan Fatmawati yang terdiri dari Johannes Richard Tanjaya dan tim, Andi Agustinus dan tim, Mayus Bangun dari Astra Graphia, Irvanto Hendro Pambudi Cahyo dari PT Murakabi Sejahtera, tim PNRI, tim Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Paulus Tannos selaku Direktur Utama PT Sandipala Arthaputra dan anaknya Catherine Tannos, beberapa vendor penyedia barang seperti Johannes Marliem, dari PT Hwelettt Packard, PT Oracle Indonesia dan ditentukan adanya kemahalan harga sejumlah Rp 18 ribu per keping KTP.
Uang selisih kemahalan itu yang diberikan kepada terdakwa dan anggota Komisi II DPR lainnya.
Selanjutnya dibuat 3 tim yaitu konsorsium PNRI yang direncanakan sebagai pemenang terdiri dari Perum PNRI, PT LEN Industri, PT Quadra Solution, PT Sucofindo, dan PT Sandipala Arthaputra; konsorsium Astragprahia; dan konsorsium Murakabi, dan dimenangkan oleh konsorsium PNRI. (Ant/SU02)