SURABAYA, SERUJI.CO.ID – Perlawanan terhadap hasil revisi UU no. 17/2014 tentang MPR, DPR, DPRD, dan DPD (MD3) berlangsung hingga hari ini, Rabu (21/2). Unjuk rasa yang mengatasnamakan Aliansi Mahasiswa Peduli Demokrasi (AMPD) mendatangi kantor DPRD Jatim di Jalan Indrapura, Surabaya.
Puluhan massa aksi yang terhimpun dalam AMPD berasal dari kampus Universitas Bhayangkara (Ubhara), Universitas Dr. Soetomo (Unitomo), Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya (Unusa), dan Universitas Merdeka (Unmer).
Koordinator unjuk rasa Afif menuturkan bahwa aksi mereka ingin menolak revisi UU MD3 pasal 73, pasal 122, dan pasal 245.
“Pasal 73 tentang pemanggilan paksa, dirasa tidak perlu diberlakukan karena legislatif konteksnya bukan penegakan hukum. Kalau kasus penghinaan atau pencemaran nama baik sebenarnya sudah diatur malalui KUHP. Kalau ini dimasukkan ke UU MD3 sama halnya perampasan wewenang aparat penegak hukum,” kata mahasiswa Ubhara ini kepada SERUJI, Rabu (21/2).
Ia melanjutkan bahwa pasal 122 dinilai sangat kontroversial untuk sebuah negara yang menerapkan asas demokrasi, maka kritik seharusnya lumrah terjadi antara lembaga negara dengan rakyatnya.
“Sulit untuk kami terima, bisa jadi di negara manapun apalagi negara demokrasi, tidak ada kriminalisasi terhadap kritik kepada lembaga publik apalagi ini lembaga perwakilan rakyat, yang seharusnya siap untuk dikritik,” katanya.
Kemudian tuntulan lainnya terhadap pasal 245 tentang anggota DPR yang terlibat kasus hukum harus ada pesetujuan tertulis presiden dan MK.
“Hak imunitas memang ada di seluruh dunia terhadap anggota parlemen, tapi dalam konteks menjalankan tugas dan kewenangan bukan dalam konteks menghalangi pemanggilan ketika melakukan tindak pidana, hal ini seakan wakil rakyat tidak percaya pada aparat penegak hukum,” pungkasnya. (Luhur/SU05)