KENDARI, SERUJI.CO.ID – Banyak jalan di Konawe Utara (Konut) yang tiap hari dijadikan lalu lintas perekonokian warga Sultra kini rusak parah. Untuk memperbaikinya warga masyarakat sudah melakukan berbagai cara, termasuk menyampaikan keluhan ke DPRD dan Pemerintah, dan membagikan foto foto jalan rusak ke media agar dipublikasikan.
“Tapi pemerintah cenderung pilih kasih atau malah membiarkan, sehingga karena terlalu kecewa masyarakat Molawe, Konut, menggelari jalan rusak di daerah Tapunggaya, Tepuemea, Mandiudu dan Mowundu sebagai jalan setan. Disebut begitu karena untuk melintasi jalan tersebut warga pengguna harus hati-hati dan beresiko kecelakaan,” ujar beberapa tokoh masyarakaf Konut kepada wartawan di Kendari, Sabtu (19/1) sore.
Wakil Ketua DPRD Konut, Indra Suryadi ketika dihubungi SERUJI, Sabtu (19/1) sore membenarkan bahwa masyarakat sudah sangat kecewa, kerusakan jalan di daerah Tapunggaya, Mandiudu, Mowundu dan Tepuemea dibiarkan rusak.
“Saya sudah lihat sendiri bersama rombongan DPRD Sultra beberapa hari lalu, dan tingkat kerusakannya memang parah,” jelasnya.
Ia menambahkan, setelah diteliti, penyebab rusaknya jalan di daerah Tapunggaya, Mowundu, Mandiudu dan Tepuemea karena padatnya lalu lintas truk bertonase tinggi milik 4 perusahaan tambang nikel.
Dan yang mengherankan, lanjut Indra, keempat perusahaan tambang tersebut merasa tidak berdosa truk-truk mereka melintasi jalan itu dengan tonase tinggi, diatas kemampuan jalan. Pasalnya, mereka sudah setor bayaran ke instansi terkait di Konawe Utara.
“Jadi, kami santai saja membiarkan truk kami melintasi jalan itu. Sudah bayar, kok,” jelas Soni dari PT Karya Murni Sejati, salah satu dari 4 perusahaan tambang nikel di Konut.
Kepala Dinas Perhubungan Konut, Aris, ketika dikonfirmasi membantah informasi tersebut.
“Tidak benar kami memungut bayaran untuk truk-truk 4 perusahaan itu. Bohong itu,” kata Aris, seraya menambahkan memang betul keempat perusahaan tà mbang di daerah Tapunggaya dan sekitarnya itu sudah membayar retribusi sesuai aturan.
Tetapi, kata Aris lagi, retribusi yang dibayarkan adalah untuk kapal-kapal mereka yang datang memuat hasil tambang. Sedangkan retribusi untuk lalu lintas truk tidak ada.
“Sekali lagi kami tegaskan kami tidak ada memungut bayaran untuk lalu lintas padat truk-truk pemuat hasil tambang.” pungkas Aris. (AH/Hrn)