MENU

Jalan Jalan ke Rangkasbitung, Jangan Lupa Museum Multatuli

RANGKASBITUNG, SERUJI.CO.ID – Sejuk nyaman dan aman. Begitulah suasana umum kota Rangkasbitung saat ini. Ibukota Kabupaten Lebak di Provinsi Banten ini letaknya tidak jauh dari Jakarta. Hanya perlu 2,5 jam jika ditempuh pakai kendaraan roda empat, dan 2 jam jika pakai kereta.

Mungkin karena mudah dijangkau dari Jakarta Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi, Rangkasbitung kini kecipratan arus pendatang yang cukup deras dan mulai padat penduduknya.

“Tapi saya suka kota ini. Aman dan nyaman. Makanya saya sering kesini, terlebih saat musim durian seperti sekarang. Wow, durian disini murah dan uenaaaak tenan,” ujar Abdul Salam Bafaqih, guru Madrasah Aliyah Mathlaul Anwar di Tanjung Duren, Jakarta Barat.

Ditemui di teras masjid Al-Araf, di Alun Alun Kota Rangkasbiting, Selasa lalu, Abdul Salam Bagaqih mengaku baru saja membawa 30 anak muridnya mengunjungi museum Multatuli.

“Anak sekolah perlu dikenalkan museum itu. Mereka harus ngerti siapa itu Multatuli dan apa sumbangsihnya bagi rakyat dan negeri ini. Alhamdulilah setelah dari mencermati, mereka mengerti,” ujar Abdul Salam.

Pekan lalu, SERUJI juga mewawancarai Ratih Pamungkas saat membawa 10 rekannya, mahasiswi sejarah Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia, Jakarta yang hendak ke museum Multatuli.

Saat ditemui, Ratih sedang antri beli tiket kereta commuter line di stasiun Tanah Abang Jakarta menuju Rangkasbitung.

“Kami ini ber-10 penasaran dengan museum Multatuli, Rangkasbitung,” ujar gadis yang bercita-cita jadi jurnalis itu.

Dia kemudian bercerita, pekan lalu mendengar siaran berita peringatan 199 tahun lahirnya Multatuli di Suara Hilversum, Radio Netherland. Disinggung di siaran radio itu tentang museum Multatuli Rangkasbitung.

“Kami jadi ingin tahu, ada apa aja isinya, kok sepertinya terkenal sekali museum itu. Makanya kami ingin ke Rangkasbitung, ke museum Multatuli,” lanjut Ratih.

Di Museum Multatuli Juga Dipajang Foto dan Benda Bersejarah Milik Pahlawan Nasional Lainnya

Museum Multatuli
Sitit Nurhasanah, edukator museum Multatuli bergambar disamping koleksi kopi museum Multatuli Rangkasbitung. (Foto: AH/Seruji).

Menurut Siti Nurhasanah, edukator museum Multatuli, isi museum yang diresmikan penggunaannya tahun lalu itu sangat beragam. Ada patung khusus Multatuli yang disumbangkan Bank Indonesia, dan ada sejumlah dokumen hasil penulisan Multatuli — antara lain berupa buku, termasuk novel Max Havelaar yang ditulis tahun 1860 dan telah diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa –, juga ada ruang penyimpanan foto tokoh yang terinspirasi pergerakan Multatuli membela rakyat kecil.

“Di ruang itu terpasang foto tokoh mantan jurnalis, diplomat dan Menlu Agus Salim. Juga ada Tan Malaka, RA Kartini, mantan Presiden Soekarno, tokoh pergerakan dan pahlawan nasional Philipina Jose Rizal, dan banyak lagi lainnya termasuk sastrawan Pramudya Ananta Toer,” ujar Siti Nurhasanah.

Di ruang lain, ada diorama kisah perlawanan rakyat Banten yang dipimpin pendekar perempuan Nyimas Gamparan terhadap praktek sewenang-wenang pemimpin era penjajahan Belanda. Perlawanan rakyat Banten itu juga diinspirasi oleh semangat pergerakan Multatuli.

Dan, Siti Nurhasanah kemudian mengajak SERUJI ke sebuah ruang untuk mendengarkan penyair kondang Rendra membacakan puisi ‘Demi Orang Orang Rangkasbitung’.

Suara Rendra terdengar lantang, seperti sedang menyuarakan teriakan hati Multatuli yang protes dan marah melihat orang orang pribumi, orang orang Banten, orang orang Rangkasbitung diperlakukan buruk oleh penguasa.

Coba cermati alinea pertama bait bait puisi Rendra itu: “saya telah menyaksikan bagaimana keadilan telah dikalahkan oleh para penguasa dengan gaya yang anggun dan sikap yang gagah tanpa ada ungkapan kekejaman dari wajah mereka.”

Beberapa wartawan di Rangkasbitung yang sering minum kopi di samping museum mengaku sering menyaksikan pengunjung basah pipinya seusai mendengar puisi Rendra itu.

“Mungkin pengunjung itu terharu, membayangkan betapa perihnya hidup warga Rangkasbitung di masa lalu. Dan, Multatuli berhasil merekam keperihan itu seperti dia tuangkan dalam buku Max Havelaar,” ujar seorang wartawan yang sempat ditemui SERUJI.

Padahal pada saat yang sama, sesungguhnya Multatuli sedang terancam keselamatan hidupnya di Rangkasbitung. Karena, seringnya memprotes kebijakan pimpinan, termasuk Bupati Lebak yang dinilai Multatuli hanya menyusahkan rakyat pribumi, membuat dia dibenci dan diancam akan diracun.

Sebenarnya, tidak akan seperti itu jika saja Multatuli mau kompromi dengan penguasa. Apalagi Multatuli sudah diingatkan untuk tidak lagi memprotes kebijakan pimpinan terhadap pribumi. Namun Multuli tetap saja pada pendiriannya, pribumi harus tetap dihargai, dan tidak boleh diperlakukan buruk hidupnya.

Siti Nurhasanah menambahkan mengunjungi museum Multatuli tidaklah lengkap kalau tidak sekaligus memperhatikan ruang penyimpan kopi dan kapal VOC.

“Kopi itu sebenarnya hanya sampel,” jelas Siti Nurhasanah. Kopi itu merupakan salah satu kekayaan Banten. Kopi juga banyak tumbuh di daerah lain. Dan, berawal dari kopi itulah akhirnya Belanda menjajah Indonesia.

Dan, Multatuli sendiri masuk Indonesia dari Belanda menggunakan kapal VOC itu juga.

Lalu siapa sebenarnya Multatuli itu?

Museum Multatuli
Patung Multatuli di Museum Multatuli Belanda. (Wikipedia)

Multatuli, hanyalah nama pena dari seorang warga Belanda bernama Eduard Douwes Dekker, lahir di Amsterdam, Belanda pada 2 Maret 1820, meninggal di Ingelheim am Rhein, Jerman 19 Pebruari 1887.

Sejak muda Multatuli gemar menulis. Ayahnya seorang amtenar yang berpengaruh di Belanda. Berkat pengaruh ayahnya, Multatuli dikirim ke Hindia Belanda, menjadi asisten residen di Banten.

Multatuli sempat tinggal di Kota Rangkasbitung. Dahulu kediamannya adalah sebuah rumah bergaya arsitektur baheula dan lantainya marmer warna hitam dan putih, terletak di samping rumah sakit umum Rangkasbitung.

Pada tahun 1980 bekas kediaman Eduard Douwes Deker itu tinggal separuh saja yang tampak. Separuhnya rusak dimakan usia. Kini bahkan sudah tidak berbekas lagi. Lokasi bekas rumah Multatuli sudah lenyap, dijadikan bagian dari pengembangan rumah sakit umum Rangkasbitung.

Demi menghargai jasa-jasa Multatuli, Bupati Lebak sekarang, Hj Iti Octavia Jayabaya, merekomendasikan kantor wedana Rangkasbitung –di dekat Pemda Lebak– untuk dijadikan museum Multatuli. Hingga kini pengunjung tak pernah putus menengok museum tersebut yang buka tiap hari kerja.

Pakar sejarah yang juga ikut membidani lahirnya museum Multatuli di Rangkasbitung, Bonni Triyana, menuturkan, selain di Rangkasbitung, museum Multatuli juga ada di Amsterdam, Belanda.

Ketika museum Multatuli di Rangkasbitung akan diresmikan, pihak museum Multatuli Belanda membantu pengadaan isi museum, antara lain buku-buku termasuk novel satir Max Havelaar dan beberapa barang lainnya seperti keramik lantai rumah Multatuli di Rangkasbitung.

Tak terasa pria rendah hati pembela rakyat kecil itu sudah 132 tahun pergi. Tetapi jasa jasanya membela rakyat kecil di Indonesia akan terus dikenang.

Ingin mengabarkan peristiwa atau menulis opini? Silahkan tulis di kanal WARGA SERUJI dengan klik link ini

TINGGALKAN KOMENTAR

Silahkan isi komentar anda
Silahkan masukan nama

ARTIKEL TERBARU

BERITA TERBARU

TERPOPULER