Oleh: Yusri Usman

Apresiasi yang tinggi dan “tabik dua tangan” perlu kita berikan kepada Menteri ESDM Ignasius Jonan yang berhasil menjembatani Pertamina dalam menjual LNG kepada Pemerintah Bangladesh sebanyak 1 MPTA dan termasuk Pertamina memberikan solusi membangun infastruktur terintegrasi fasilitas LNG di negara Bangladesh.

Prestasi tersebut mudah-mudahan bisa menutup aib kerusakan tata kelola migas nasional dari hulu hingga hilir yang merebak ketika terungkap kepublik setelah penanda tanganan kesepakatan studi kelayakan bersama antara PLN dengan perusahaan dagang Singapore Keppel Submarine dan Pavilon Gas Ltd pada tgl 7 September 2017.

Peristiwa tragis itu akan menjadi catatan sejarah kelam dari negara bekas produsen LNG terbesar didunia, harus mengiba pada negara kecil dan tidak mempunyai sumber migas, tapi kita seakan mengemis minta dibuatkan sebuah study kelayakan penyediaan dan penyuplaian LNG skala kecil untuk kebutuhan gas Mobil Power Plant milik PLN di sekitar kepulauan Riau.

Padahal kita punya ratusan tenaga ahli bidang LNG yang sudah membuktikan kemampuannya bisa membangun dan mengoperasikan kilang Arun dan Bontang sejak dibangun tahun 1976, kemudian muncul lagi kilang LNG Tangguh 1, 2 dan 3 serta kilang LNG Donggi Senoro. Begitu juga pada tahun 1998 kita bisa membangun pipa bawah laut sepanjang 650 km dari lapangan Natuna B ke Singapore dan dari Grissik lewat Batam ke Singapore .

1 KOMENTAR

TINGGALKAN KOMENTAR

Silahkan isi komentar anda
Silahkan masukan nama