Siapa yang tidak ‘ikhlas’ membuang kotoran dalam perut? Kalau tak dibuang, pasti bikin penyakit. Zakat juga begitu, ‘buang’ kotoran harta. Sebagian dari harta ada hak orang miskin, kalau dimakan jadi penyakit di dunia-akhirat.

Zakat itu sendiri bermakna penyuci atau pembersih. Artinya, dengan zakat, harta akan bersih tidak tercampur sesuatu yang haram. Oleh karena itu, jika ada amil yang memungut zakat, berarti ikut membantu membersihkan. Sebut saja “cleaning service kotoran harta”.

Proses pemungutan zakat oleh amil memang diperintahkan. Karena perintah, maka statusnya wajib. Tapi, karena tidak semua orang jadi amil, maka menjadi wajib kifayah. Sedangkan membayar zakat hukumnya fardhu ‘ain, sehingga keberadaan amil semakin diperlukan.

Apa bagusnya dipungut? Zakat jadi terasa buang kotoran, guyur, selesai. Si kloset tak merasa berhutang budi pada si pembuang kotoran. Si pembuang kotoran tak merasa berjasa kepada si kloset. Intinya, si pembayar zakat tidak langsung bertemu dengan si penerima sehingga terhindar dari rasa tak enak (ewuh pakewuh dalam bahasa jawa).

Apa kaitannya dengan gratifikasi? Gratifikasi itu pemberian kepada pejabat, dengan harapan si pejabat ‘tidak enak hati’ kepada si pemberi. Dengan dipungut oleh amil, si miskin tidak merasa hutang budi terhadap seseorang, namun tetap muncul kasih sayang. Damai.

Bisa jadi kalau tidak melalui amil, si pemberi zakat akan mendapat nikmat dipuji oleh si penerima, padahal itu hak si penerima. Ini yang lama-lama menghilangkan keikhlasan, bahkan jadi penyakit hati. Makanya, fungsi amil menjadi penting untuk mencegah penyakit hati. Juga tak kalah pentingnya, bisa mendoakan pemberi zakat sehingga tenang hati mereka. Damai.

Gerakan “zakat dipungut” juga dapat menimbulkan kesadaran bersama. Contoh kongkritnya dipelopori pimpinan Muhammadiyah di Kab. Kendal. Dengan menekankan pentingnya keberadaan amil, pada tahun 2014 bisa menghimpun
6.831 orang pembayar zakat hanya dalam satu kabupaten!

Nominal zakat? Tidak penting bila dibanding dengan banyaknya orang yang sadar zakat. Bukankah dengan semakin banyak umat Islam sadar zakat sama artinya menghindarkan mereka makan harta haram?

Tentu saja, kesadaran kaum muslimin juga tergantung akuntabilitas amilnya. Lembaga amil zakat di bawah naungan Pimpinan Daerah Muhammadiyah terbukti mampu memperlihatkan akuntabilitasnya di tahun 2014 atas dana zakat sebesar hampir 4 milyar rupiah (tepatnya Rp 3.955.862.225, 25). Bagaimana tahun-tahun berikutnya? Jika ingin tahu, silahkan berkunjung ke sana.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silahkan isi komentar anda
Silahkan masukan nama