Perayaan Imlek atau Tahun Baru Cina identik dengan pembagian Angpao.

Angpao artinya amplop merah yang biasanya berisikan sejumlah uang sebagai hadiah menyambut tahun baru Imlek. Sejak lama, warna merah melambangkan kebaikan dan kesejahteraan dalam budaya Tionghoa. Warna merah menunjukkan kegembiraan, semangat yang pada akhirnya akan membawa yang nasib baik bagi penerimanya.
Istilah angpao dalam kamus bahasa Mandarin didefinisikan sebagai “uang yang dibungkus dalam kemasan merah sebagai hadiah; bonus bayaran; uang bonus yang diberikan kepada pembeli oleh penjual karena telah membeli produknya;
Namun, makna angpao sebenarnya bukan hanya sekedar perayaan tahun baru Imlek semata karena angpao melambangkan kegembiraan dan semangat yang akan membawa nasib baik, sehingga angpao juga ada di dalam beberapa perhelatan penting seperti pesta pernikahan, hari ulang tahun, syukuran naik rumah baru dan lain-lain yang bersifat suka cita.
Nah mungkinkah Angpao yang diberikan dari non Muslim dijadikan sebagai Wakaf uang?
Undang-undang Nomor 41 tahun 2004 telah memperluas benda yang dapat diwakafkan oleh wakif, yang dulu sebelum adanya undang-undang ini secara umum hanya terbatas pada benda tidak bergerak atau benda tetap seperti tanah dan bangunan, kini dalam undang-undang tersebut juga diatur mengenai wakaf benda bergerak seperti wakaf tunai (uang). Wakaf Uang dalam Peraturan Menteri Agama No. 4/ 2009 adalah perbuatan hukum Wakif untuk memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian uang miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum.
Jika kita telusuri lagi lebih detil pasal demi pasal maka secara hukum positif sebenarnya tidak ada larangan bagi non Muslim untuk melakukan Wakaf uang.
Menurut madzhab Syafi’i (mayoritas diikuti oleh masyarakat Indonesia), wakaf atau pemberian dari non muslim, hukumnya sah, karena persyaratan wakaf adalah dengan sukarela dan dari orang yang sah melakukan amal. Madzhab Syafi’i tidak melihat dari aspek tujuannya, namun lebih pada unsur akadnya. Dalam kitab Bujairami (3/268) dikatakan, meskipun mereka memberikan tidak untuk tujuan tabarru’ (ibadah) pemberian mereka tetap sah, karena yang terpenting adalah tujuan kita menggunakannya untuk ibadah, seperti juga pemberian mushaf al-Qur’an dan kitab-kitab ilmiyah lainnya, boleh kita mengambilnya demi membantu umat Islam menjalankan ibadah mereka. Penerimaan kita untuk tujuan ini juga akan memberikan rasa kemuliaan dalam hati mereka, yang demikian lebih baik dari pada menolaknya. Penolakan justru akan menyebabkan mereka sama sekali melupakan dan tidak saling mempedulikan.
Lagi pula mewujudkan kebaikan dan kemaslahatan sesama manusia serta menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, juga saling membantu adalah sangat dianjurkan agama kita dan agama lain. Rasulullah dalam sebuah riwayat pernah menyisihkan sebagian sedekah untuk diberikan kepada Ahli Kitab. Ini merupakan tauladan dari beliau bahwa tolong menolong untuk mewujudkan kemaslahatan umum adalah tugas semua pemeluk agama.
Tantangan berikutnya bagi Nadzir atau pengelola Wakaf adalah bagaimana agar Wakaf Angpao ini bisa lebih marak tersebar luas dan difasilitasi dengan teknologi fintech.
Semoga semangat berwakaf menyelimuti suasana Imlek.

*Penulis adalah Pengurus BWI (Badan Wakaf Indonesia). Opini disini mewakili pribadi.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silahkan isi komentar anda
Silahkan masukan nama