Arena Pilpres 2019 sepertinya akan jadi laga pentahana mempertahankan kursi presiden dua periode. Sayangnya, beberapa partai sudah menempatkan wacana menempatkan cawapres, bukan capres. Apakah sudah tidak ada yang percaya diri menantang Jokowi?
Beberapa partai sudah resmi mengusung Jokowi sebagai presiden, bahkan partai baru seperti PSI terang-terangan mendukungnya. Sedangkan yang lain ‘membangun komunikasi’ menjajagi koalisi mencoba mengambil keuntungan politik dari elektabilitas Jokowi.
Dari berbagai survei memang elektabilitas Jokowi masih tinggi, walau terdapat penurunan. Barangkali, inilah yang kemudian menjadi pertimbangan untuk mengajukan wacana calon wakil presiden, bukan presiden.
Jika yang menjadi pertimbangan hanyalah hitung-hitungan politis semacam hal di atas, berarti partai politik sudah tidak lagi idealis dan cenderung hanya mengejar kekuasaan tanpa melihat dampak baik atau buruk bagi negara dan bangsa. Bisa jadi, karena para politisi yang hendak maju menjadi anggota legislatif berharap terpilih setelah tertular kepopuleran Jokowi.
Siapakah Jokowi? Apa prestasinya? Seberapa besar kemampuannya?
Berdasarkan riwayat, sebelum menjadi presiden, seorang Jokowi bukanlah orang yang dianggap memiliki kemampuan yang dibutuhkan untuk mengelola negara, utamanya dari sisi pendidikan dan pengalaman. Namun, citra di masyarakat bisa terbentuk sehingga kemudian banyak orang yang mempercayakan kedudukan presiden kepadanya, karena pembawaannya yang sederhana seperti rakyat biasa.
Pilpres yang hanya menyisakan sedikit pilihan, itu pun bergantung partai-partai, membuat calon-calon presiden yang barangkali punya kemampuan berlipat-lipat di atas Jokowi “menghilang dari pandangan”. Sekarangpun, sepertinya hanya Prabowo saja yang terlihat “sepadan” untuk bersaing dengan Jokowi, bahkan ada yang secara iseng menempatkan namanya menjadi cawapres Jokowi.
Baca: Pengamat: Duet Jokowi-Prabowo dalam Pilpres 2019 Pasti Unggul
Tidak adakah yang berjuang untuk memoles citra dari orang-orang yang berkompeten agar maju menjadi presiden? Apakah tidak ada? Banyak, sebenarnya. Hanya saja, seringkali rakyat sendiri tidak mampu bergerak sejalan sepenanggungan dan bahkan bertengkar mencari keuntungan atas orang lain, sehingga yang dijadikan pertimbangan hanyalah “aku menang mereka kalah”.
Menjadi kewajiban bagi orang yang arif dan bijak untuk menyadarkan masyarakat bagaimana memilih pemimpin yang terbaik bagi Indonesia, tidak bergantung hanya kepada pilihan partai-partai. Caranya barangkali dengan bersegera memunculkan ke media publik para tokoh yang terbukti terasah kemampuannya dilihat dari riwayat jabatan yang dilaluinya. Percuma punya kemampuan mumpuni, tapi tak memiliki citra sebenarnya di khalayak luas.
Untunglah, ada manusia pemberani di negeri ini. Mereka secara percaya diri menyatakan siap memimpin negeri, menjadi alternatif bagi rakyat untuk memilih. Selain Prabowo, ada orang-orang yang barangkali lebih berkompeten menjadi presiden, seperti Yusril Ihza Mahendra, Rizal Ramli, dan yang paling muda Anis Matta.
Sudah sejak lama YIM, julukan Yusril, menyatakan diri bisa mengelola negara dengan menjadikan hukum sebagai ujung tombaknya. Pengalaman sebagai menteri di beberapa kabinet pemerintahan membuktikan kemampuannya mengelola negara. Sedangkan di bidang politik, ia buktikan dengan kepemimpinannya di Partai Bulan Bintang yang baru saja sukses diloloskan sebagai peserta pemilu 2019. Apalagi, dirinya ahli dalam bidang tata negara. Bukankah semua senang jika negara tertata?
Berikutnya, seorang muda bernama Anis Matta, memantapkan diri untuk maju memimpin bangsa dengan slogan yang sudah tersebar di seluruh pelosok negeri: “Arah Baru Indonesia”. Walau pengalamannya di pemerintahan sedikit, namun kepemimpinannya diakui banyak orang setelah mampu mengembalikan partainya yang sempat terpuruk karena kasus yang menimpa Luthfi Hasan Ishaq (LHI).
Yang terbaru, muncul deklarasi dari Rizal Ramli, mantan menteri dari beberapa kabinet yang berbeda. Bahkan, pernah dipercaya oleh Jokowi untuk menjadi menteri, walaupun sebentar. Dirinya juga bukan bagian dari partai politik, sehingga lebih bisa menjadi alternatif yang menyegarkan. Kompetensinya tak usah diragukan dengan berbagai kebijakan yang terbukti ampuh mengatasi berbagai masalah di tingkat nasional dan diakui di tingkat internasional.
Obat memang pahit, negara yang dewasa pasti siap menelan demi kebaikan. Kalau Indonesia belum siap terlepas dari citra-citra manis, maka tugas para arif membungkusnya. Demi Indonesia lebih baik.