Politisi pada umumnya akan menyerah dalam situasi mencekam. Tiada lagi celah.

Namun pagi itu, Churchill mencari celah. Ia tak hendak berunding dengan diktator. Tapi ia perlu alasan lebih kuat karena secara militer Inggris pasti kalah.

Ia pergi ke stasiun kereta bawah tanah. Ia jumpa dengan rakyat pada umumnya. Ia naik kereta tanpa dikawal.

Rakyat kecil terbelalak mata. Perdana Menteri yang terhormat berbaur dengan mereka di kereta. Awalnya rakyat tegang. Tapi kemudian mereka bersorak.

Kepada mereka Churchill bertanya, apa yang harus kita lakukan melawan Hitler? Haruskah kita menyerah dan berdamai? Atau kita lawan sampai kapanpun?

Tak ia duga rakyat jelata tak sudi menyerah. Hitler harus dikalahkan. Satu persatu menyatakan tekadnya melawan Hitler dengan senjata apapun yang mereka punya. Dengan lugu, mereka saling cerita apa yang akan mereka lakukan di jalan jika jumpa tentara Jerman.

Churchill yang sempat ragu, kwatir banyak penduduk Inggris mati sia sia dalam perang yang pasti kalah, bangkit kembali. Ada yang lebih kuat dibanding senjata. Ada yang lebih perkasa dibanding jumlah serdadu. Ialah hati manusia yang menolak menyerah. Ialah hati yang percaya pada perjuangan.

Churchill pun bergegas menuju parlemen. Para politisi sudah menunggu. Mereka sudah siap untuk dukung kebijakan berunding damai dengan Hitler.

Tapi Churchill tampil beda. Ia menyampaikan pidato yang terkenal: We shall Fight on the Beaches. Begitu banyak serial pidato yang Churchill buat. Tak hanya indah kata. Tapi gagasannya menguggah. Itu gugatan yang menolak tunduk pada kejahatan. Menolak takut pada diktator. Pentingnya kebebasan dan perjuangan.

Lord Halifax saat itu sudah merasa di atas angin. Mayoritas parlemen nampak akan menekan Churchill untuk bernegosiasi dengan Hitler. Namun setelah mendengar Churchill pidato, opini parlemen bergeser. Churchill didukung mayoritas melanjutkan perang melawan Hitler apapun resikonya.

Selesai sidang parlemen, Lord Halifax ditanya rekan satu aliran. Mengapa parlemen bisa berubah mendukung perang dilanjutkan? Ujar Halifax: Churchill menggunakan kekuatan kata kata.

Ya itu dia. kekuatan kata kata. Tak heran. Bukan Novel Churchill yang membuatnya mendapatkan hadiah Nobel sastra. Tapi kekuatan kata dan retorika dalam pidatonya. Keuatan kata dalam buku non-fiksinya. Serta kekuatan kata kata pembelaannya pada kebebasan dan inspirasi keberanian.

Itulah yang membuat Churchill satu satunya kepala pemerintahan yang mendapat Nobel Sastra.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silahkan isi komentar anda
Silahkan masukan nama