MENU

Jaksa Beberkan Penerima Aliran Uang Kasus KTP-el

JAKARTA – Jaksa penuntut umum (JPU) KPK membeberkan rincian penerimaan uang yang diterima oleh dua terdakwa kasus dugaan tindak pidana korupsi KTP-Elektronik (KTP-el).

Kedua terdakwa itu adalah mantan Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kemendagri Irman dan mantan Direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan (PIAK) Kemendagri Sugiharto.

“Berdasarkan argumentasi di atas dan dikaitkan dengan fakta-fakta hukum dipersidangan terdakwa I Irman memperoleh harta benda hasil kejahatan sebesar 573.700 dolar AS dan Rp2,298 miliar dan 6.000 dolar Singapura,” kata JPU KPK Irene Putri saat membacakan surat tuntutan di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis (22/6).

Rincian penerimaan uang adalah sebagai berikut:

  1. Uang diterima dari Andi Agustinus alias Andi Narogong sejumlah 300 ribu dolar AS.
  2. Uang diterima dari terdakwa II, Sugiharto sejumlah Rp1 miliar yang ditukar menjadi 100 ribu dollar Singapura oleh bawahan Irman, Yosep Sumartono.
  3. Uang diterima dari Sugiharto sejumlah 200 ribu dolar AS untuk biaya operasional.
  4. Uang sejumlah Rp1,298 miliar dari uang Irman yang dikelola oleh stafnya, Suciati sejumlah Rp1,371 miliar setelah dikurangi dengan uang yang diserahkan kepada Sekjen Kemendagri saat itu Diah Anggraini sejumlah Rp22,5 juta dan Mendagri saat itu Gamawan Fauzi sejumlah Rp50 juta.

  5. Uang sejumlah 73.700 dolar AS dan 6.000 dolar Singapura yang dikelola Suciati.

    Terhadap uang yang diperoleh tersebut, Irman pada 14 Desember 2016, 30 Januari 2017 dan 8 Februari 2017 telah mengembalikan 300 ribu dolar AS dan Rp50 juta ke KPK sehingga dihitung sebagai faktor pengurang dari kewajiban pembayaran uang pengganti.

Namun terkait dengan uang yang dikelola Suciati walaupun tidak sepenuhnya dinikmati untuk kepentingan Irman tapi dalam penggunaan uang tersebut dilakukan berdasarkan otorisasi serta untuk kepentingan Irman di antaranya memberi uang tips dan lounge di Bandara Minangkabau Padang, transfer untuk Gita (Ibu Dirjen) serta pengeluaran lain yang tidak sesuai dengan peruntukannya, sehingga tetap menjadi tanggung jawab Irman.

“Sesuai dengan uraian tersebut diatas maka terdakwa I harus membayar uang pengganti sejumlah 273.700 dolar AS dan Rp2,248 miliar dan 6.000 dolar Singapura,” tambah jaksa.

Sedangkan Terdakwa II, Sugiharto mendapatkan keuntungan sejumlah 450 ribu dolar AS dan Rp460 juta dengan perincian:

  1. Uang sejumlah 30 ribu dolar AS dari Direktur PT Sandipala Arta Putra Paulus Tannos untuk kepentingan Sugiarto.
  2. Uang sejumlah 400 ribu dolar AS untuk membayar jasa advokat Hotma Sitompoel untuk memberikan bantuan hukum kepada Sugiharto yang dilaporkan Handika Honggowongso di Polda Metro Jaya.
  3. Uang sejumlah 20 ribu dolar AS dari penyedia produk Automated Finger Print Identification Sistem (AFIS) merk L-1 Johanes Marliem yang kemudian oleh Sugiharto dibelikan 1 mobil Honda Jazz seharga Rp150 juta sedangkan sisanya sejumlah Rp40 juta digunakan untuk kepentingan pribadi Sugiharto.
  4. Uang sejumlah Rp460 juta yang dibagi-bagikan kepada Wulung, Dwi Satuti Lilik, Ruddy Indrato Raden, Bistok Simbolon, Wisnu Wibowo dan pihak-pihak lain yang terkait dengan perencanaan, penganggaran, review pekerjaan dan pelaksanaan pekerjaan penerapan KTP-el.

Namun Sugiharto pada 1 Desember 2016, 3 Februari 2017 dan 8 Februari 2017 telah mengembalikan sejumlah Rp270 juta sehingga diperhitungkan sebagai faktor pengurang kewajiban pembayaran uang pengganti. Sedangkan 1 unit Honda Jazz telah disita namun sisanya Rp40 juta harus dibebankan sebagai uang pengganti.

“Adapun uang sejumlah 400 ribu dolar AS telah diberikan kepada Markus Nari sehingga menjadi tanggung jawab Markus Nari. Adapun uang yang diserahkan kepada Hotma Sitompoel sejumlah 400 ribu dolar AS telah dikembalikan oleh Hotma,” ungkap jaksa.

Sedangkan uang Rp460 juta meski tidak seluruhnya dinikmati Sugiharto namun diberikan kepada pihak-pihak tertentu secara melawan hukum dengan tujuan untuk mempermudah Sugiharto dalam pelaksanaan tugasnya diantaranya diberikan kepada auditor BPK, staf pada Ditjen Perbendaharaan Negara, Sekretariat Komisi II DPR RI dan pihak-pihak lainnya, maka Sugiharto tetap harus membayar uang pengganti sejumlah Rp500 juta.

Dalam perkara ini terdakwa I yaitu mantan Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kemendagri Irman dituntut 7 tahun dan pidana denda sejumlah Rp500 juta subsider 6 bulan kurungan ditambah kewajiban membayar uang pengganti sejumlah 273.700 dolar AS dan Rp2,248 miliar serta 6.000 dollar Singapura subsider 2 tahun penjara.

Sedangkan terdakwa II mantan Direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan (PIAK) Kemendagri Sugiharto dituntut 5 tahun penjara ditambah denda sebesar Rp400 juta subsider 6 bulan serta kewajiban membayar uang pengganti senilai Rp500 juta subsider 1 tahun penjara.

Keduanya dinilai terbukti bersalah melanggar pasal 3 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP yaitu menyalahgunakan kewenangan sehingga merugikan keuangan negara hingga mencapai Rp2,3 triliun. (IwanY)

Ingin mengabarkan peristiwa atau menulis opini? Silahkan tulis di kanal WARGA SERUJI dengan klik link ini

Sumber:Antara

7 KOMENTAR

  1. Wow.. Segitu banyaknya. Apa iya pas pengajuan anggaran pembuatan ektp ga disertai TOR/RAB dan HPS dan data dukung terkait? Ko bisa sampai ga terendus adanya gejala manipulatif hingga uang sogoknya sampai begitu besar.

    Mungkin negara kini sdh menjadi bisnis kelompok.

  2. Trus gimana nasib E-KTP ku nih ?Dah 6 bln blm kelar dan tdk tau juga kapan jadi.Mendagri sok-2 an pakai ancaman mau cabut ktp lama giliran pd ngurus E-KTP gelagapan anggaran dah habis untuk bancakan….

TINGGALKAN KOMENTAR

Silahkan isi komentar anda
Silahkan masukan nama

ARTIKEL TERBARU

BERITA TERBARU

TERPOPULER