Menurutnya, tuntutan negara-negara G33 terhadap subsidi ini adalah mengecualikan subsidi untuk public stockholding dari penghitungan AMS, jadi negara berkembang dapat memberikan subsidi tanpa ada limitasi untuk petani miskin dan untuk kepentingan ketahanan pangan. Tuntutan ini gagal pada saat putaran MC9 di Bali tahun 2013 pada saat Indonesia jadi Tuan rumah. Tahun ini, di dalam MC11 isu ini akan didorong untuk menghasilkan kesepakatan terhadap tuntutan negara berkembang, termasuk Indonesia.
“Untuk itu, sebagai pemimpin G-33 Indonesia harus secara konsisten memperjuangkan proposal ini, sehingga jangan sampai dalam KTM ke-11 nanti, proposal public stockholding ini harus dijegal kembali dengan memprioritaskan kepentingan isu Singapura yang didorong oleh negara-negara maju,” kata Rachmi.
Rachmi menerangkan, penghitungan AMS dilakukan dengan menghitung selisih antara harga referensi eksternal dengan harga intervensi yang ditetapkan oleh Pemerintah, untuk kemudian dikalikan dengan total jumlah produksi pada suatu produk spesifik.
Selama ini, dia meneruskan, dasar penentu harga referensi eksternal dihitung pada harga rata-rata tahun 1986-1988. Hal ini juga menjadi soal, di mana harga referensi ini menjadi tidak relevan lagi. (ArifKF/Hrn)

Boro2…mau kejar target 2019 semua fee import harus setor