JAKARTA, SERUJI.CO.ID – Bank Sentral Amerika, The Fed, kembali menaikkan tingkat suku bunga acuannya sebesar 25 basis poin, pada Rabu (26/9) kemarin. Hal itu dinilai akan berdampak pada instabilitas keuangan negara-negara di Asia, akibat volatilitas aliran modal yang keluar.
“Termasuk (dampaknya) di Indonesia, India, dan Filipina,” kata mantan Menteri Keuangan Chatib Basri lewat akun twitternya @ChatibBasri, Kamis (27/9).
Gejolak ekonomi ekternal, seperti kebijakan The Fed menaikkan tngkat suku bunga ini, sangat berpengaruh bagi Indonesia, India, dan Filipina.
Hal itu, kata Chatib, disebabkan Indonesia dan negera-negara tersebut masih tergantung pada investasi portofolio dalam pembiayaan defisit transaksi berjalan.
“Negara tersebut, rentan terhadap larinya modal ketika ada kejutan external seperti kebijakan The Fed tersebut,” kata Chatib.
Dijelaskan Chatib, walau Indonesia telah melakukan sejumlah reformasi, namun Indonesia tetap rentan dari gejolak ekonomi global.
“(Karena) sumber utama kerentanan ini berasal dari Indonesia sendiri, berupa ketergantungan pada investasi portofolio dalam pembiayaan defisit transaksi berjalan,” jelasnya.
Menurut Chatib, memiliki defisit transaksi berjalan bukanlah sesuatu yang salah, sepanjang dibiaya oleh investasi jangka panjang dan produktif serta ditempatkan di sektor yang berorientasi pada ekspor.
“Namun, defisit transaksi berjalan yang besar dapat meningkatkan kerentanan negara jika dibiayai oleh investasi portofolio,” jelasnya.
Having a current account deficit is not necessarily a bad thing, as long it is
financed by long-term and productive FDI on the export-
oriented sectors. However, a large current account deficit may increase a country’s vulnerability if it is financed by portfolio investment— M. Chatib Basri (@ChatibBasri) September 27, 2018
Jika persoalan tersebut tidak diatasi, kata Chatib, maka volatilitas aliaran modal akan terus terjadi.
“Indonesia mungkin harus mempertimbangkan memperkenalkan Tobin Tax atau kebijakan makro prudensial lainnya untuk meminimalkan dampak arus modal jangka pendek yang masuk ke Indonesia di masa depan,” pungkas Chatib. (ARif R)