Berapa pendapatan tukang tambal ban? Bisakah menghidupi keluarga? Tukang tambal ban mengandalkan pemasukan tak menentu dari setiap ban-ban bermasalah para pengguna jalan. Bahkan, dalam satu lajur jalan terdapat banyak tukang tambal lainnya.

Teman istriku, Yani, dan suaminya, Prasetyo, sehari-harinya hidup dari hasil menambal ban di tepi jalan daerah Lempuyangan Yogyakarta. Dengan menempati ruang umum di atas trotoar dan sepucuk surat ijin penggunaan tempat untuk Pedagang Kaki Lima (PKL) dari kecamatan, Om Tiyok — panggilan saya kepadanya — harus berbagi shift dengan saudaranya yang juga punya keluarga.

Makmurkah mereka? Besarkah omzet harian mereka? Berdasarkan pengalaman saya ketika kerjasama usaha dengan meminjamkan dana, menurut laporan yang dibuat secara sangat sederhana, pemasukan harian berada di kisaran 30 rb sampai maksimal 60rb, kadang pula kurang, untuk kerja dari pagi hingga sore hari.

Om Tiyok dan Tante Yani tinggal di sebuah rumah berdinding tripleks dan bambu, seatap dengan penghuni lainnya yang hanya disekat tripleks. Ruang yang tidak bisa disebut rumah untuk keluarga, berukuran kurang dari 6 meter persegi saja untuk semua kebutuhan kecuali kamar mandi yang ikut di wc umum.

Barangkali ada yang bertanya, mengapa tidak menekuni profesi lainnya? Alasan utama adalah tidak memiliki pendidikan dan keterampilan, juga karena hanya profesi itulah yang diwariskan dari orangtuanya dahulu.

Namun, begitulah rezeki mengalir. Walau kecil, sepetak ruang pun mampu menghidupi dua kepala keluarga. Ini hebatnya rakyat kecil Indonesia sehingga sanggup berdikari tanpa segala tuntutan fasilitas mewah ala selebriti zaman kini.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silahkan isi komentar anda
Silahkan masukan nama