AMBONĀ – Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia (BI) Provinsi Maluku, Bambang Pramasudi mengatakan bahwa tidak ada alasan bagi bank manapun untuk menolak uang logam yang hendak ditukarkan masyarakat.
“Bank wajib menerima penukaran uang logam, makanya tidak ada alasan untuk menolak sebab sudah ada sanksinya,” ujarnya di Ambon, Jumat (25/8).
Dia juga menjelaskan, undang-undang sudah menegaskan siapapun yang menolak uang rupiah ada sanksi pidananya yakni dipenjarakan selama dua tahun atau denda sebesar Rp. 500 juta.
“Jadi kalau ada informasi yang berkembang di masyarakat di Kota Tual atau Kabupaten Maluku Tenggara bahwa masyarakat tidak mau menerima uang logam dengan alasan bahwa di bank menolak pada saat penukaran, maka itu tidak tertanggung jawab,” ujarnya.
Ia melanjutkan, bahwa fenomena yang terjadi di Kota Tual agak berbeda dengan daerah lain yang ada di Provinsi Maluku.
“Informasi yang saya tahu, di Tual itu masyarakat hanya ingin menerima uang logam kalau itu nilainya Rp1.000. Sedangkan Rp500, Rp200, Rp100 tidak mau diterimanya,” kata Bambang.
Bahkan sampai mereka lebih memilih satu lembar uang Rp1.000, dari pada empat buah logam yang nilainya Rp1.000. Padahal empat logam itu nilainya Rp4.000, karena kejadian ini lebih diterima oleh masyarakat yang ada disana.
Karena ada kasus semacam itu, BI Maluku saat ini sedang memikirkan bagaimana masyarakat bersedia menggunakan uang logam lagi.
“Kami punya ide yang akan dikembangkan untuk menarik masyarakat agar mempergunakan uang logam lagi yakni melaksanakan pasar murah. Khususnya yang datang ke pasar murah itu untuk berbelanja harus menggunakan uang logam atau koin itu,” ujarnya.
Dengan ide tersebut, diharapkan masyarakan di Tual dapat menggunakan uang logam dan uang yang sudah lusuh sebagai uang yang akan dibelanjakan di pasar murah itu.Ā (Ant/Frdn)