Menguji Syarat Permintaan Red Notice Terhadap Habib Rizieq

0
2174

Memang merupakan suatu diskursus hukum yang panjang apakah “Tindak Pidana Penodaan Lambang Negara” dan “Pencemaran Terhadap Orang Meninggal” yang dikaitkan dengan penetapan tersangka Habib Rizieq merupakan kejahatan politik atau tidak, mengingat penetapan tersangkanya terjadi setelah Habib Rizieq aktif terlibat pada Aksi Damai Bela Islam dalam menuntut keadilan, yang disinyalir sangat mengganggu penguasa politik saat ini.

Kepolisian dapat saja berdalih hal itu merupakan tindak pidana yang tidak termasuk kejahatan politik, akan tetapi dengan luasnya pemaknaan ‘kejahatan politik’ dan belum terdapat batasan jelas mengenai kejahatan politik yang dimaksud Pasal 5 Undang-Undang Ekstradisi, sangat memungkinkan bagi Negara CQ kepolisian untuk dikalahkan di pengadilan apabila mengajukan ekstradisi terhadap Habib Rizieq, dengan menggunakan alasan tersebut.

Apalagi tindak pidana Pasal 154a dan 320 KUHP yang dikenakan terhadap Habib Rizieq bukanlah kejahatan yang dapat diekstradisi berdasarkan lampiran Undang-Undang Ekstradisi.

Dengan mengacu kepada pernyataan Kadiv Humas Mabes Polri dan Kabag Humas Polda Metro Jaya yang berwacana untuk menerbitkan Red Notice, besar kemungkinan kepolisian akan menetapkan Habib Rizieq sebagai Tersangka atas dugaan Tindak Pidana ITE (Informasi Transaksi Elektonik) guna memenuhi syarat penerbitan Red Notice sebagai kejahatan siber/mayantara (cybercrime). Sedangkan penggunaan Pasal 224 KUHP “Tidak Memenuhi Panggilan Sebagai Saksi” tidak memungkinkan untuk dimintakan diterbitkan Red Notice, karena bukan kejahatan yang menjadi cakupan Interpol.

Namun tetap tidak mudah bagi kepolisian untuk meminta Interpol Red Notice tersebut, karena akan diuji oleh Sekretaris Jendral Interpol, apakah telah memenuhi ketentuan hukum yang berlaku, sebagaimana ketentuan Pasal 77 ayat (1) Interpol’s RDP; “All notice requests shall be examined by the General Secretariat for compliance with the present Rules”.

Dalam pengujian Interpol tersebut, reputasi Negara Republik Indonesia CQ. Kepolisan Republik Indonesia akan menjadi taruhan yang sesungguhnya, karena Kepolisian harus dapat meyakinkan bahwa dugaan kejahatan yang dilakukan orang yang diminta tersebut bukan menyangkut persoalan pribadi (private matters), yang merupakan larangan untuk diterbitkannya Red Notice.

Hal ini penting untuk dikemukakan, karena menurut Pihak Kepolisian dugaan tindak pidana kasus “Chat WA” berasal dari adanya percakapan WA antara Firza Husein dengan seseorang yang masih ‘diduga’ sebagai Habib Rizieq, yang hakekatnya merupakan ranah pribadi (private matters).

Selain itu pula kepolisian harus meyakinkan kasus “Chat WA” bukanlah merupakan ranah pribadi, kepolisian juga harus meyakinkan bahwa penerbitan Red Notice terhadap Habib Rizieq adalah untuk kepentingan kerjasama kepolisian dunia yang tergabung dalam Interpol semata. Kegagalan dalam meyakinkan dua hal ini, akan menyebabkan Red Notice tidak dapat diterbitkan.

Reputasi besar kepolisian Republik Indonesia akan jatuh di mata dunia, setelah sekian banyak mendapat “pujian” dalam pemberantasan terorisme, apabila permintaan Red Notice terhadap Habib Rizieq tidak diterbitkan.

Lebih tepat bagi kepolisian melakukan langkah persuasif dan menjamin penegakan hukum yang berkeadilan kepada Habib Mohammad Rizieq. Meski demikian, tentunya tidak mudah bagi kepolisian untuk meyakinkan Habib Rizieq apabila dihadapkan dengan tidak terdapat tindak lanjut atas kasus “Penembakan Rumah Habib Rizieq” dan kasus “Bom Molotov” di 3 (tiga) kantor Front Pembela Islam (FPI).

DR. M. Kapitra Ampera, SH, MH
(Tim Kuasa Hukum Habib Rizieq Shihab)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silahkan isi komentar anda
Silahkan masukan nama