MENU

RUU disahkan, Indonesia Tetap Rawan LGBT?

Menurut kabar, DPR RI sudah membahas RUU KUHP yang salah satunya tentang status pidana terhadap pelaku LGBT, dan sepertinya melegakan bagi umat. Namun, bukan berarti Indonesia aman dari LGBT, tergantung dari pasal-pasalnya seperti apa, dan ini perlu diwaspadai.

Dulu hingga saat ini, ketika LGBT belum “resmi perilaku pidana”, sebenarnya sudah dianggap keluar dari norma dan pelakunya melakukan secara sembunyi-sembunyi. Namun, ternyata secara masif sudah banyak terjadi di berbagai kota di Indonesia. LGBT seperti tersebar bagai cendawan di musim hujan, tidak sadar kalau ia adalah penyakit yang menjangkit sebuah bangsa.

LGBT itu penyakit, sudah terbukti secara ilmiah. Karena penyakit, maka dia menular. Tidak hanya itu, penyakit lain seperti HIV/AIDS dan lainnya juga ikut menumpang dengan bebasnya.

Seperti narkoba, perilaku seksual menyimpang ini membuat kecanduan pelakunya. Karena itu, mudah “mengundang” orang untuk melakukannya, asal pernah mencoba atau mengalaminya.

Indonesia yang memiliki norma agama yang kuat, sebenarnya bukan tempat tumbuh subur perilaku menyimpang ini, tidak seperti di negara-negara super bebas di luar sana. Namun, penetrasi budaya luar tidak bisa diatasi, dan beriringan dengan menurunnya kesadaran beragama dengan benar akibat cinta dunia dengan sikap dan gaya hidup materialistik.

Penetapan perilaku LGBT sebagai tindak pidana bisa mencegah penyebarannya, asalkan pasal-pasal yang terkandung dalam UU akan disahkan benar-benar melindungi seluruh warga Indonesia. Namun, dari informasi yang tersebar, pasal-pasal yang dimaksud ternyata jauh dari harapan, karena menempatkannya melalui pendekatan hukum seperti terhadap “rokok”, bukan “narkoba”.

Seperti “rokok”, hukum pidana terhadap LGBT menurut RUU adalah hukum bersyarat. Merokok boleh asal tidak di tempat yang dilarang, misalnya. Beda dengan “narkoba” yang siapapun terlarang melakukan apapun alasannya, hukum pidana LGBT mengandung syarat-syarat yang harus dipenuhi, diantaranya harus mengandung pemaksaan/ancaman, mempublikasikan/mempromosikan. Kalau syarat tidak dipenuhi, maka bukan pidana.

Artinya, RUU KUHP tidak menyatakan bahwa LGBT itu terlarang keberadaannya. Oleh karena itu, pelaku LGBT tetap bebas melakukannya asal tidak memenuhi syarat sebagai pidana. Narkoba saja, yang dilarang penuh baik keberadaannya maupun perilakunya tetap marak terjadi, apalagi yang tidak.

Lebih parah lagi, pidana terhadap LGBT ternyata menggunakan delik aduan. Artinya, jika tidak ada pengaduan, maka perbuatan LGBT tidak bisa diproses pidana. Bahkan, syarat yang mengadukan pun dibatasi hanya oleh orang yang punya hubungan dengan si korban. Kalau anak, maka orangtuanyalah yang mengadukan. Kalau bukan, pasangannya yang mengadukan. Cuma itu.

Dengan model delik aduan seperti di atas, maka siapapun tidak bisa mengadukan walau terjadi di lingkungan keluarga atau tetangga sendiri. Sama artinya, membiarkan LGBT terjadi dan menulari lingkungan tanpa halangan.

Semoga, para wakil rakyat yang pastinya banyak berasal dari kaum muslimin, bersedia sigap atas bahaya yang akan terjadi, dan kemudian memperjuangkan agar perilaku LGBT benar-benar dihalang-halangi sekuat-kuatnya termasuk melalui ranah hukum, sebelum RUU KUHP disahkan.

Ingin mengabarkan peristiwa atau menulis opini? Silahkan tulis di kanal WARGA SERUJI dengan klik link ini

TINGGALKAN KOMENTAR

Silahkan isi komentar anda
Silahkan masukan nama

ARTIKEL TERBARU

BERITA TERBARU

TERPOPULER