Pada pergantian tahun 2017-2018, publik dan nettizen digemparkan oleh cerita seorang siswi SMA yang mengirim surat pada Ahok agar ijazahnya ditebus. Dalam perkembangannya, cerita tersebut telah mengalami lika-liku yang cukup seru. Diantaranya adalah hal yang seolah tidak dapat dihindari. Yaitu pertentangan antara mereka yang berusaha logis mencerna cerita dengan mereka yang membabi buta mempercayai cerita tersebut dan mencaci maki yang tidak sependapat.
Awalnya dikisahkan bahwa si siswa berasal SMA 30 Lamongan. Namun faktanya di Indonesia tidak ada SMA 30 Lamongan. Kemudian, kisah menjadi SMA yang disamarkan demi kode etik jurnalistik. Bagi orang yang mau berfikir, ini terasa janggal.
Seiring dengan berjalannya waktu, atas kerja tim Disdik, diketahui bahwa siswi dengan nama seperti di surat bersekolah di SMA 3 Lamongan. Kontan, kelompok yang mempercayai cerita tersebut seperti mendapat angin segar. Seakan-akan ini hanya soal “angka 0 yang ikut tertulis”, lupa soal “nama sekolah dirahasiakan”. Hujah mereka semakin kuat untuk percaya dan mencaci maki yang masih tidak sependapat.
Berikutnya, kisah menjadi ijazah yang kemudian diberikan kepada siswi setelah staf Ahok menghubungi kepala sekolah. Kisah yang membuat seorang menjadi berfikir bahwa Ahok adalah dewa penolong yang ditakuti oleh kepala sekolah sehingga kepala sekolah menyerahkan ijazah.
Setelah dilakukan penelusuran baik oleh Disdik Jatim yang mengkonfirmasi pihak sekolah dan juga jurnalis media yang datang menemui yang bersangkutan, diketahui bahwa faktanya banyak yang tidak seperti apa yang diberitakan oleh salah satu media nasional.
Berikut perbandingannya:
- Di salah satu media diberitakan bahwa ijazah diberikan kepada FM setelah kasusnya viral di tanggal 30 Desember 2017.
Faktanya ijazah diambil oleh FM tanggal 28 Desember 2017 - Diberitakan oleh salah satu media bahwa dalam suratnya FM meminta bantuan Ahok agar menebus ijazahnya.
Faktanya dalam surat tersebut FM hanya minta dukungan Ahok mendoakan agar ayahnya banyak rezeki sehingga bisa menebus ijazahnya. Jadi, FM tidak minta ditebus. - Diberitakan oleh salah satu media nasional bahwa FM meminta rekening untuk pengiriman hadiah Lomba Puisi.
Faktanya tidak ada Lomba Puisi. - Diberitakan oleh salah satu media nasional bahwa staf Ahok berbicara langsung dengan kepala sekolah.
Faktanya saat handphone yang diberikan oleh kakak FM ke kepala sekolah, kepala sekolah menolak berbicara.
Pernah beredar sebuah video di youtube, tentang “bedah buku Ahok”. Dalam video tersebut Ahok mengatakan, “kalo ada masalah di sekolah, silakan SMS kami, maka kami akan tebus ijasah anak bapak ibu”.
Pada titik itulah pembodohan masyarakat dilakukan. Seakan-akan Ahok adalah manusia yang berkuasa. Seharusnya Ahok jujur saja. Lakukan edukasi pada masyarakat bahwa di Negara Indonesia ada UU No. 20 tahun 2003 yang mengatur bahwa pengambilan ijazah tidak boleh dipungut biaya apapun. Sehinggga masyarakat tidak perlu takut meminta ijazah di sekolah. Dengan begitu artinya Ahok selain membantu juga mengajarkan bagaimana menjadi warga negara yang benar. Bukan dengan mencitrakan dirinya mampu menyelesaikan segala masalah bak dewa.
Cerita siswi yang berkirim surat tersebut telah mengalami modifikasi dan tidak menutup kemungkinan akan mengalami modifikasi lainnya sedemikian rupa agar publik meyakini bahwa Ahok adalah sang dewa penebus. Siapa pun yang tidak setuju dan berusaha untuk menghadirkan fakta, akan dibulli dan dicaci maki sedemikian rupa agar terkesan salah dan cerita merekalah yang benar.