Dalam Al Quran banyak dijumpai kisah-kisah umat yang bisa dijadikan pelajaran. Salah satunya adalah pelajaran atau ibrah atas Bani Israil.
Bani Israil adalah contoh bangsa yang dilebihkan atas segala umat. Tetapi, kelebihan tersebut tidak ada gunanya di akhirat, karena walau satu bangsa atau keluarga, tak akan dapat saling membantu. Tidak ada tebusan, tidak ada bantuan, tidak ada pertolongan, kecuali hanya bisa menjaga diri sendiri.
Seringkali, manusia mudah menyalahkan orang lain dan lupa akan kesalahannya sendiri. Terlebih jika memiliki kedudukan atau keunggulan, sehingga orang lain terasa lebih rendah. Bani Israil itu contohnya.
Bani Israil, sebuah bangsa yang hidup generasi demi generasi, menampakkan epik kehidupan yang menarik untuk diikuti. Banyak pelajaran tentang kehidupan dalam rangka keimanan.
Kisah dimulai dengan Israil, alias Ya’kub, seorang nabi cucu Nabi Ibrahim putra Nabi Ishaq. Nabi Ya’kub memiliki empat istri dan duabelas anak. Dari keduabelas anak, terdapat Yusuf, sebagai orang yang sangat rupawan dan kelak dipilih oleh Allah, yang membuat terjadinya fitnah dalam keluarga Nabi Ya’kub.
Iri dan dengki mengaburkan akal sehat saudara-saudara Yusuf. Yusuf kecil yang malang dengan segala kisah hidupnya yang dramatis, kemudian menjadi Nabi dan pembesar di kerajaan Mesir. Dengan pertemuan yang dramatis antara ayah dan anak, akhirnya seluruh keluarga Nabi Ya’kub diboyong ke negeri Mesir. Inilah awal mula Bani Israil berada di Mesir.
Beberapa generasi telah lewat. Negeri Mesir berubah, penguasa saling berganti. Bani Israil, sebagai bangsa pendatang di Mesir, tidak bercampur secara sosial dan silsilah dengan penduduk asli karena merasa keturunan mulia. Akibatnya, terjadilah konflik dahsyat dengan Firaun, penguasa saat itu, yang terancam dengan keberadaan bani Israil. Puncaknya, Firaun memerintahkan untuk membunuh setiap bayi laki-laki Bani Israil.
Allah berkehendak menyelamatkan generasi Bani Israil dari kemusnahan. Maka, diselamatkanlah seorang bayi laki-laki Bani Israil dari pembunuhan dan dijadikan Nabi, bernama Musa.
Nabi Musa menyelamatkan kaumnya, Bani Israil, dari kekejaman Firaun, melalui kisah dramatis dan penuh mukjizat dari Allah, yakni membelah lautan hanya dengan tongkatnya. Dan disitulah dimulai pengembaraan Bani Israil keseluruh pelosok negeri-negeri.
Mukjizat dan nikmat Allah yang telah menyelamatkan Bani Israil ternyata tidak mengubah sifat buruk mereka. Ketika Nabi Musa dipanggil menghadap Allah untuk menerima Taurat selama empatpuluh hari empat puluh malam, mereka malah menyembah anak lembu. Maka, dijatuhkanlah mereka hukum untuk saling membunuh, barulah taubat mereka diterima.
Tidak berhenti sampai di situ, suatu saat mereka pernah menolak beriman kepada Tuhannya Nabi Musa, jika belum melihatnya sendiri. Maka, halilintarpun menyambar mereka hingga mati, dan kemudian Allah menghidupkan mereka agar mereka bersyukur.
Dalam pengembaraan, Bani Israil diberi kenikmatan besar berupa naungan awan, serta makanan yang diturunkan.
Tetapi, mereka suka melampaui batas, dan karena keinginan yang bermacam-macam mereka harus mengalami cobaan dan penderitaan.
Ketika kemudian dimenangkan oleh Allah untuk memasuki Baitul Maqdis, beberapa dari mereka mengganti perintah Allah untuk tunduk dan sujud menjadi tindakan congkak dan sombong.
Maka, nikmat manakah yang pernah mereka akui?