Ketika Bani Israil berada dalam pengembaraan dan dibimbing oleh Nabi Musa a.s., Allah menjaga mereka dengan mukjizat yang diberikan kepada Nabi Musa. Maka, makanan dan minuman sudah tersedia tanpa bersusah payah mendapatkannya lagi baik dan mulia.
[Surah Al-Baqara,2:57]
وَظَلَّلْنَا عَلَيْكُمُ ٱلْغَمَامَ وَأَنزَلْنَا عَلَيْكُمُ ٱلْمَنَّ وَٱلسَّلْوَىٰ ۖ كُلُوا۟ مِن طَيِّبَٰتِ مَا رَزَقْنَٰكُمْ ۖ وَمَا ظَلَمُونَا وَلَٰكِن كَانُوٓا۟ أَنفُسَهُمْ يَظْلِمُون
Dan Kami naungi kamu dengan awan, dan Kami turunkan kepadamu “manna” dan “salwa”. Makanlah dari makanan yang baik-baik yang telah Kami berikan kepadamu; dan tidaklah mereka menganiaya Kami; akan tetapi merekalah yang menganiaya diri mereka sendiri.
Sebagian umat Bani Israil menginginkan lebih dari yang diberikan, sehingga mengeluh dengan jenis makanan yang itu-itu saja. Bahkan dengan berani menyuruh Nabi Musa untuk memohon kepada Allah agar memberi aneka macam makanan untuk memuaskan selera mereka.
[Surah Al-Baqara,2:61]
وَإِذْ قُلْتُمْ يَٰمُوسَىٰ لَن نَّصْبِرَ عَلَىٰ طَعَامٍ وَٰحِدٍ فَٱدْعُ لَنَا رَبَّكَ يُخْرِجْ لَنَا مِمَّا تُنۢبِتُ ٱلْأَرْضُ مِنۢ بَقْلِهَا وَقِثَّآئِهَا وَفُومِهَا وَعَدَسِهَا وَبَصَلِهَا ۖ قَالَ أَتَسْتَبْدِلُونَ ٱلَّذِى هُوَ أَدْنَىٰ بِٱلَّذِى هُوَ خَيْرٌ ۚ ٱهْبِطُوا۟ مِصْرًا فَإِنَّ لَكُم مَّا سَأَلْتُمْ ۗ وَضُرِبَتْ عَلَيْهِمُ ٱلذِّلَّةُ وَٱلْمَسْكَنَةُ وَبَآءُو بِغَضَبٍ مِّنَ ٱللَّهِ ۗ ذَٰلِكَ بِأَنَّهُمْ كَانُوا۟ يَكْفُرُونَ بِـَٔايَٰتِ ٱللَّهِ وَيَقْتُلُونَ ٱلنَّبِيِّۦنَ بِغَيْرِ ٱلْحَقِّ ۗ ذَٰلِكَ بِمَا عَصَوا۟ وَّكَانُوا۟ يَعْتَدُونَ
Dan (ingatlah), ketika kamu berkata: “Hai Musa, kami tidak bisa sabar (tahan) dengan satu macam makanan saja. Sebab itu mohonkanlah untuk kami kepada Tuhanmu, agar Dia mengeluarkan bagi kami dari apa yang ditumbuhkan bumi, yaitu sayur-mayurnya, ketimunnya, bawang putihnya, kacang adasnya, dan bawang merahnya”. Musa berkata: “Maukah kamu mengambil yang rendah sebagai pengganti yang lebih baik? Pergilah kamu ke suatu kota, pasti kamu memperoleh apa yang kamu minta”. Lalu ditimpahkanlah kepada mereka nista dan kehinaan, serta mereka mendapat kemurkaan dari Allah. Hal itu (terjadi) karena mereka selalu mengingkari ayat-ayat Allah dan membunuh para Nabi yang memang tidak dibenarkan. Demikian itu (terjadi) karena mereka selalu berbuat durhaka dan melampaui batas.
Memuaskan selera adalah pangkal kerusakan, menyebabkan kurangnya akal, sehingga apa yang baik menjadi kurang diminati, sedangkan yang lebih rendah malah dicari. Maka, demi selera, perilaku menjadi buruk dan rendah, kemudian menyebabkan kehinaan dan kenistaan.
Selera yang terus dituruti mendorong perbuatan melampaui batas, hingga bahkan para Nabi dibunuh dan ayat-ayatNya diingkari. Sekali lagi, hanya karena memperturutkan selera.
Sesungguhnya sikap yang sederhana dan mampu menahan diri dari memperturutkan selera, mendorong jiwa dan sikap syukur. Syukur mengarahkan akal sehat dan kesadaran untuk beriman kepadaNya secara sungguh-sungguh dan berbuat berbagai kebajikan. Dengan demikian, hati menjadi tenang, aman dan bahagia.
Seperti ungkapan yang disetujui benar adanya :”Penyedap rasa itu memang enak dilidah, tapi belum tentu baik bagi tubuh.”