PARIS, SERUJI.CO.ID –Â Presiden Prancis Emmanuel Macron bernafsu menjadikan negaranya sebagai yang terdepan dalam perlombaan teknologi kecerdasan buatan dan akan meluncurkan rencana besar baru pada pekan ini, kata sejumlah pejabat pada Senin (26/3).
Macron, yang berusia 40 tahun dan menjadi presiden dengan janji mengubah Prancis menjadi “negara ‘start-up'”, mengaku tidak ingin melihat Prancis dan Eropa tertinggal dari raksasa teknologi dari Amerika Serikat dan China, seperti, Google, Microsoft, dan Alibaba, dalam bidang kecerdasan buatan.
“Prancis sangat tertinggal dalam dua revolusi teknologi terkini, robotik dan Internet. Kami tidak punya perusahaan raksasa dalam bidang itu,” kata penasihat kepresidenan.
“Kami akan melakukan apapun yang diperlukan untuk menjadi yang terdepan,” kata dia.
Pejabat itu, yang meminta namanya dirahasiakan, menolak memberikan penjelasan lebih jauh mengenai program baru tersebut, yang akan diluncurkan pada Kamis (29/3), saat presiden akan berpidato di pusat penelitian College de France.
Mereka mengatakan bahwa Prancis akan menyuntikkan dana besar untuk program itu.
“Itu adalah teknologi yang akan memberikan keuntungan ekonomi yang jelas bagi para pemenangnya,” kata sumber yang sama sambil menggambarkan konteks global sebagai “perlombaan senjata”, yang semakin cepat.
Kecerdasan buatan adalah sebuah ilmu pengetahuan komputer yang fokus pada penciptaan mesin yang mampu menyadari lingkungannya dan kemudian membuat keputusan logis atasnya.
Prancis akan memulai perlombaan kecerdasan buatan itu dari kekuatan tradisionalnya mereka, matematika. Prancis adalah negara penerima Fields Medal, yang setara dengan dengan Hadiah Nobel dalam bidang matematika, terbanyak kedua di dunia.
Namun, banyak ilmuwan matematika dari Prancis yang direkrut oleh perusahaan teknologi besar dari Amerika Serikat.